Chapter 11 - Everything

2.6K 476 184
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

✿_____✿_____✿

Menilai orang tidak hanya cukup dari melihat penampilan luarnya saja.
Sebelum kamu mengenalnya lebih dalam, kamu tidak berhak menjatuhkan persepsi.

✿_______________✿_______________✿

"Papa udah tinggalin Mama sejak lama, jadi Mama nggak perlu ngejar-ngejar Papa lagi. Mama sadar nggak, sih? Malu-maluin tau, nggak! Buat apa, Ma? Di luar sana masih banyak lelaki yang lebih baik lagi!"

"Apa hak kamu larang-larang Mama? Apa salah Mama coba rebut Papa kamu lagi setelah wanita jahat itu rebut dia dari Mama?"

"Kamu itu anak yang nggak berguna! Bukannya ngasih suatu kebanggaan yang bisa bikin Papa kamu kembali, kamu malah bunuh orang dan bikin Papa kamu makin benci sama kamu!"

Prang!

Suara pecahan piring terdengar, disusul dengan benda berbahan plastik seperti baskom.

"Jangan lempar piring, Ma! Nanti kalau Mama butuh juga minta uangnya ke aku! Mama pikir kita banyak duit?!"

"Pergi kamu dari sini! Pergi! Mama muak liat wajah kamu! Anak pembawa sial! Pergi sana! Anak pembawa masalah!"

Delia menarik napas lewat mulut, matanya memerah melihat kemarahan terpancar di wajah sang ibu. Tidak hanya teman-teman di kampusnya, orang tuanya pun percaya bahwa dirinya membunuh orang. Rumah yang seharusnya menjadi tempatnya bersembunyi untuk menghindari kekejaman dunia luar ternyata malah lebih menyeramkan dari neraka.

Gadis itu keluar rumah sambil menangis. Di luar dia melihat Reyhan yang berdiri di halaman. Dia belum pulang? Tidak ingin terlihat berantakan, buru-buru Delia menghapus air mata dan berjalan menuju pagar, melewati Reyhan.

"Sekarang mau ke mana?" tanya Reyhan menghentikan langkah Delia. Dia hanya mengedikkan bahu.

"Ya udah untuk sementara, ikut saya ke kantor."

✿_______________✿_______________✿

Setiba di firma hukum, Reyhan melihat Om Gustin di luar pintu kantor.

"Ada apa, Om? Kenapa di luar?" tanya Reyhan.

Reyhan tercengang melihat keadaan kantor yang berubah menjadi kapal pecah. Dia melirik Om Gustin, pria berumur 50 tahunan itu tidak menjawab selain menampilkan lirikan mata pada sosok Alden yang duduk di kursi meja kerjanya sambil melamun.

"Keren," puji Reyhan bertepuk tangan. "Keren! Wouuww!!! Kalau kata orang Korea, daebakkk! Daebak!" Reyhan seperti bocah kecil yang melihat pertunjukan doger monyet. Sebelah ujung bibir Delia tertarik ke atas, bingung kenapa Reyhan menyebut ini keren? Dari mana letak kerennya?

"Keren kacamatamu keren!" Om Gustin melepas kacamata minus yang bertengger di hidung mancung Reyhan.

Ada yang terpana melihat rupa Reyhan tanpa kacamata, wahai pemirsa. Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan perempuan yang berdiri di sebelahnya? Terlihat Delia tak berkedip melihat pahatan wajah ciptaan Tuhan yang hampir paripurna. Kulit putih, bibir merah jambu yang sepertinya tidak pernah sedikit pun tersentuh batang rokok, hidung mancung, mata sedikit sipit. Baru Delia sadari, pengacara yang bekerja di sini mirip anggota boy band Korea semua.

Eh eh eh? Apaan sih gue?

Reyhan merebut kacamatanya dan memakainya lagi. Delia kembali sadar bahwa Reyhan culun. Mana mungkin dia suka sama cowok culun?

Tuh, kan kalau pakai kacamata lagi, aura tampannya hilang lagi.

"Keren, Alden bisa bikin kantor jadi kapal pecah, Om. Kenapa, emangnya? Ada apa?" tanya Reyhan.

Wedding Dress √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang