Chapter 3 - Hurt

5.6K 774 202
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

✿_____✿_____✿

Ternyata luka yang didapat double jika yang menyakiti adalah orang yang kita sayangi.

✿_______________✿_______________✿

"Ret, bisa tolong ganti lagunya?" pinta Aina yang kala itu tengah mendesain model baru di kertas gambar. Ia baru mengerjakan separuh.

"Kenapa Mbak Ai? Bukannya Mbak suka ya sama lagu-lagu Westlife? Apalagi yang beautiful in white."

"Saya bilang ganti ya ganti."

"Iii ... iya, Mbak." Retno baru sadar kalau Aina batal menikah, tentu saja dia tidak mau mendengar lagu romantis apalagi lagu favoritnya bersama lelaki yang kini berstatus menjadi 'mantan calon suami'. Dari Aina, Retno belajar bahwa sebelum akad benar-benar dilakukan, rencana pernikahan bisa gagal kapan saja di waktu tak terduga.

Oh, iya, Retno ini adalah asisten khusus Aina di butik. Yang membantu semua pekerjaan Aina.

"Matiin aja. Saya butuh ketenangan."

"Siap Mbak Ai!"

Mata Aina memejam.

Ia lepaskan pensil yang ada di genggaman. Sepertinya ini bukan waktu yang pas untuk mengerjakan project baru. Memang benar, kalau sedang banyak pikiran pekerjaannya jadi terganggu. Soal kasus kematian adiknya, perpisahannya dengan Alden, juga mendapat pertanyaan dari teman-teman soal persiapan pernikahan. Sekarang ia masih punya alasan menunda pernikahan dengan alibi masih berkabung. Tapi entah beberapa hari ke depan.

Pintu butik terbuka, Aina melempar pandangan ke arah pintu. Ada yang datang. Dan ia mengenalnya.

"Assalamu'alaikum, Kak." Wanita itu mendekati Aina dengan senyum di bibir. Kacamata membingkai dua matanya.

"Waalaikumussalam. Eh, Winda."

Semenjak kematian Alisa, Winda dan Aina jadi lebih sering bertemu. Menurut Aina, Alisa adalah sosok adik yang sangat tertutup. Ia jarang berbagi masalah kepada siapa pun termasuk ayahnya sendiri. Yang Aina tahu, selama ini Alisa selalu terlihat baik-baik saja.

"Kakak lagi desain baju yang baru?"

Aina mengangguk. "Cuma kayaknya kali ini bakal butuh waktu yang lama. Isi otak udah kayak benang kusut."

"Kakak harus refreshing otak dulu," usul Winda.

"Apa Delia udah masuk kampus lagi?"

Winda mengangguk.

"Gimana dia?"

"Semua anak-anak kampus kan udah tahu kalau Delia jadi tersangka pembunuhan Alisa, jadi mereka musuhin Alisa."

Aina menggigit kukunya. Bimbang.

"Cuma karena aku bela Delia, kamu kayak gini? Kamu harus paham, Ai. Delia itu dinyatakan nggak bersalah. Apa aku harus biarin dia dipenjara sedangkan dia nggak terbukti bersalah?"

Kalimat yang dikemukakan Alden lagi-lagi mengganggunya.

"Delia nggak terima kalau semua mahasiswa salahin dia. Dia jadi semakin galak dan bikin teman-teman satu takut karena kadang bisa sampai ngamuk."

"Kakak semakin yakin, kalau Delia yang bikin Alisa jatuh," ucap Aina. "Kamu juga yakin, kan?"

"Iya, Kak! Aku yakin seratus persen kalau Delia yang udah bikin Alisa meninggal. Sebagai teman dekatnya, aku tahu gimana sikap Delia selama ini. Apalagi ke aku dan Alisa, padahal kita berteman."

Wedding Dress √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang