Bismillahirrahmanirrahim
✿_____✿_____✿
Ketika takdir terus mengombang-ambingkan diri tanpa kejelasan.
Mempermainkan tanpa ada penyelesaian.
Saat itu pula aku mulai pasrah pada keadaan.✿_______________✿_______________✿
Alden mengeluarkan semua isi dalam perutnya yang terasa bergolak di wastafel toilet. Acara mabuknya kemarin menimbulkan efek di pagi ini. Kepalanya juga terasa berat. Ia tatap dirinya di cermin. Wajahnya terlihat lebih pucat. Hal yang paling tidak Alden sukai adalah melihat penampilannya sendiri jika sedang kacau begini. Cepat-cepat ia basuh wajahnya agar terasa lebih segar.
Alden usap wajahnya dengan handuk kecil yang melingkar di leher.
Keluar dari toilet, Alden melihat kehadiran Galiena yang membuatnya heran. Sang ibu yang awalnya duduk pun berdiri dan menghampiri Alden.
"Om ...." Alden melirik Om Gustin yang duduk di meja kerjanya, mengerti dan tahu bahwa pria itu yang membuat ibunya datang kemari. Om Gustin mengedikkan bahu.
"Iya, Pak Gustin yang telepon Ibu kalau kamu sakit. Pak Gustin udah ceritain semuanya sama Ibu."
Alden melempar tatapan ancaman ke Om Gustin, sedang yang mendapat tatapan hanya nyengir. Apa yang salah? Wajar, kan, dia memberi tahu ibu dari anak yang tengah sakit? Masa iya dia menghubungi Aina yang sepertinya sudah tidak peduli lagi pada Alden?
"Kalau Ibu mau marah, aku lagi nggak mau berdebat, Ibu pulang aja." Alden tahu kalau ketahuan mabuk ibunya akan marah besar. Seperti sebelum-sebelumnya, yang membuat dia memilih untuk menjauh. Sejak kecil Alden tidak suka diatur. Ia lebih banyak berontak daripada nurut.
"Kalau kamu sakit, kamu harus pulang, biar Ibu yang rawat kamu, ya?"
"Nggak usah, Bu. Sebentar lagi juga baikan. Ini cuma efek mabuk semalam."
"Nggak, Alden. Kamu harus pulang dulu."
"Di sini aja."
"Jangan tolak, Ibu mohon. Ibu udah tahu masalah apa yang menimpa kamu. Tentang Aina, tentang semuanya .... Kamu pikir Ibu nggak tahu dan nggak peduli? Kamu anggap Ibu apa?"
Galiena langsung memeluk Alden.
"Ibu tahu dari Pak Gustin kalau Aina baru nerima lamaran lelaki lain. Ibu tahu ini pasti sulit untuk kamu terima, tapi kita bisa apa, Al? Kamu udah berusaha, kok. Kamu udah berusaha untuk kembali sama Aina semenjak kalian batal menikah. Ibu yakin, suatu hari nanti, kamu bakal dapatkan yang lebih baik ...."
Bisikan sang ibu malah ingin membuat Alden semakin bersedih.
"Sayang, maafin Ibu kalau didikan Ibu sama kamu terlalu keras. Tapi itu adalah satu bentuk kasih sayang Ibu. Sesuatu yang buruk itu ujungnya akan buruk, Nak. Nah, lihat, kan? Badan kamu nggak enak setelah minum. Kamu bau alkohol, jangan minum lagi, ya. Kalau kamu patah hati, datang ke Ibu aja. Ibu nggak bakal marahin kamu kayak dulu. Ibu sadar, mungkin didikan Ibu yang salah. Kayak kemarin-kemarin, apa? Kamu curhat, ya? Ibu seneng banget walaupun cuma sedikit. Jangan minum, lagi, ya, Nak. Datang aja ke Ibu. Ibu siap dengerin keluh-kesah kamu
"Mungkin ini teguran untuk kamu. Kamu berubah karena apa? Ibu juga pernah ada di posisi kamu. Ibu sempat nggak terima sama takdir yang udah Allah kasih dan berpikir untuk meninggalkan Allah. Sebenarnya apa yang Allah tetapkan itu adalah untuk menguji Ibu. Ibu berubah karena apa? Ibu masuk ke agama Islam karena siapa? Mungkin sekarang kamu juga begitu. Lihat sekarang, kamu tetap kembali ke kebiasaan buruk kamu. Artinya? Kamu berubah karena manusia, hasilnya nggak akan bertahan lama, Nak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress √
Ficção Geral[SPIN-OFF ADA SURGA DI MATAMU] cover by @adeliafell Setiap orang pasti menginginkan yang namanya memakai baju pengantin di hari pernikahan. Sepertinya itu adalah mimpi semua orang saat akan melangkah mengarungi bahtera rumah tangga. Termasuk mimpi s...