Chapter 6 - Who Are You?

3.8K 649 160
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

✿_____✿_____✿

Kita jeda dulu rasa ini. Jika waktunya tiba dan keadaan hati masih tetap sama, mari lanjutkan, jika sudah beda, mari kita akhiri.

✿_______________✿_______________✿

"Gimana mau menjadi imam yang baik, kalau ninggalin kebiasaan buruk aja masih sulit untuk dilakuin? Andai ada pasal yang isinya tentang larangan merokok ...."

Suara seorang perempuan menyadarkan Alden, dia mengalihkan pandangan ke samping.

Sosok perempuan yang menjadi penyebabnya resah berdiri di sana.

"Kenapa kamu kayak gini, Al?"

Alden tidak menjawab, kemudian menjatuhkan puntung rokok ke bawah, lalu menginjaknya.

"Kenapa kamu ke sini?" tanya balik Alden.

"Pengin aja," jawab pendek Aina. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menghubungi seseorang di seberang sana. Alden hanya mengamati saja. Tidak terlalu ingin tahu siapa yang Aina telepon.

"Alhamdulillah baik, Om."

Alden melihat Aina tersenyum.

"Alden ngerokok lagi, nih, Om. Gimana, ya?"

"Aina!" panggil Alden panik.

"Tolong kasih tau Alden, ya, Om. Soalnya aku udah nggak bisa larang-larang lagi. Status kita udah berubah."

"Okay, Om. Sama-sama."

Aina mematikan teleponnya, kemudian menatap Alden yang juga menatapnya dengan tatapan yang ... antara ingin marah tapi tidak bisa.

"Mungkin ini alasan kenapa pernikahan kita tertunda, mungkin Allah tahu, kalau nanti kita ada masalah dalam rumah tangga, kamu larinya ke hal-hal yang nggak aku sukai atau hal yang buruk juga di mata Allah."

Alden menunduk.

"Merokok membunuhmu! Jelas-jelas peringatan itu ada di kemasan, tapi kok yang belinya kayak yang buta?"

"Karena prinsip mereka adalah, ngerokok atau enggak, hasilnya tetap sama, mati."

"Tapi, kan, kalau kita nggak ngerokok itu salah satu bentuk kita untuk berusaha agar terhindar dari penyakit. Allah kasih kita badan buat dijaga, bukan buat disakiti. So?"

Kali ini Alden kalah dalam berdebat tentang 'rokok'. Aina sosok yang enak kalau diajak berdiskusi. Itulah yang membuat Alden menyukainya.

"Kadang sesuatu yang nggak kita suka terjadi karena Allah punya alasan di balik itu semua." Aina melirik Alden lagi. "Nggak lain adalah untuk kebaikan diri kita sendiri."

"Kamu kenapa ngerokok? Punya masalah apa? Ada yang menyakiti hati kamu? Soal pekerjaan?" Pertanyaan Aina sudah seperti polisi yang menginterogasi tersangka.

"Ya udah kalau nggak mau jawab."

Alden masih diam.

"Kamu cemburu liat aku sama Aska?"

"Kalau nggak cemburu tandanya aku nggak normal," jawab Alden.

"Kenapa harus cemburu, sih? Kamu tahu sendiri, kan, kalau aku sama Aska cuma sebatas sahabatan sejak kecil? Jadi nggak usah kaget lagi kalau kamu liat aku deket sama dia."

"Tapi kamu pernah sempat suka sama dia. Gimana aku nggak takut kehilangan?"

"Kita ikuti arusnya gimana, biarkan mengalir sebagai mana mestinya. Bantu doa juga, Al. Bantu doa biar aku bisa bujuk Papa kalau alasan dia larang hubungan kita kurang masuk akal."

Wedding Dress √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang