Chapter 10 - Soledad

3K 568 147
                                    

Cek mulmed buat yg mau tau lagunya 😉
.
.

Bismillahirrahmanirrahim

✿_____✿_____✿

Meski saat kupejamkan mataku.
Kulihat bayang wajahmu.
Dan sekali lagi kusadari.
Engkau tak tergantikan.

✿_______________✿_______________✿

"Bisa-bisanya Anda menyuruh Aina untuk jadi saksi demi kepentingan sidang Anda."

Kaki Aska berhenti saat hendak meninggalkan UGD. Dia berbalik, mendapati Alden yang berdiri tak jauh darinya. Pria itu berjalan lebih mendekat.

"Anda liat sendiri, apa yang terjadi tadi di persidangan," lanjut Alden dengan suara dingin.

"Saya udah berusaha untuk mencegah Aina, tapi dia nekat datang untuk jadi saksi."

"Harusnya Anda lebih bisa membuat dia mengerti. Kalian bersahabat sejak kecil, seharusnya Anda paham. Sekarang apa? Nyawa Aina ada dalam bahaya. Dan itu semua gara-gara Anda." Alden menunjuk dada Aska dengan telunjuknya. "Anda tahu seberapa bejat dan jahatnya terdakwa yang Anda tuntut, apa Anda nggak melihat itu?'

Aska mengalihkan pandangan ke samping.

"Ternyata Anda cukup egois, ya. Atau memang sejak dulu Anda nggak pernah peduli dengan perasaan Aina?" Alden ingat cerita Aina yang pernah mengutarakan rasanya kepada Aska namun Aska menolaknya dengan telak seolah ungkapan Aina hanya sebuah lelucon semata. "Anda lebih mementingkan pekerjaan daripada keselamatan teman Anda sendiri ...."

"Saya menyayangi Aina sebagai seorang sahabat, teman, dan ... sebagai laki-laki yang mencintainya. Jadi kamu berhenti menuduh saya laki-laki bajingan yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Orang yang mencintai orang lain, nggak akan pernah berniat untuk menyakitinya. Sekarang kamu paham?"

Alden terhenyak mendengar ucapan Aska seperti sopir yang mendadak menginjak rem lantaran melihat orang di depannya. Ada yang janggal dari kata-kata yang baru ia dengar.

Mencintai?

"Asal kamu tahu, saya mencintai Aina sebelum kamu datang ke dalam kehidupannya. Saya sudah mencintainya sejak bertahun-tahun yang lalu. Menolak cintanya bukan berarti saya nggak mencintai dia, saya punya alasan tersendiri. Kalau saya mau, hari ini juga saya akan jujur sama Aina."

Jelas saja pengakuan Aska membuat mata Alden semakin membelalang.

"Jadi kamu nggak perlu bersikap seolah paling tahu bagaimana perasaan saya sama Aina. Rasa cinta saya jauh lebih besar daripada kamu, itu sebabnya saya diam, saat melihat kamu akan menikahi Aina." Luka di dada Aska belum sirna jua meski waktu sudah berlalu cukup jauh. Melihat perempuan yang dicintainya sejak lama memilih hidup bersama dengan pria lain adalah kenangan menyakitkan yang pernah ia alami. Orang lain tidak akan paham sedalam apa lukanya, sesakit apa rasanya, sesulit apa menyembunyikannya. "Bukankah puncak mencintai seseorang adalah dengan merelakan dia bahagia dengan yang lain?"

Alden berharap lelaki di depannya sedang berbohong hanya untuk menutupi kesalahannya. Alden belum bisa menerima kenyataan bahwa Aska juga menyimpan rasa yang sama pada Aina. Saking terkejutnya ia tidak mampu mengeluarkan suara barang sedikit pun.

"Saya tulus mencintai Aina. Bukan cuma kamu, saya juga khawatir. Tolong jaga Aina sebaik mungkin. Saya permisi." Aska balik badan dan meninggalkan Alden yang terpaku.

Jadi selama ini cinta Aina tidak bertepuk sebelah tangan?

Apa benar yang dikatakan Aska? Ekspresinya terlihat tulus seperti kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Wedding Dress √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang