Chapter 16 - Elope

1.9K 411 49
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

✿_____✿_____✿

Menjalani hidup ini layaknya merawat tanaman.
Harus bersabar untuk setiap prosesnya demi menghasilkan sesuatu yang indah.

✿_______________✿_______________✿

Coffe Queen

Bangunan estetik dan sederhana itu menjadi tujuan Alden sepulang dari pengadilan setelah selesai menangani kasus.

Alden memesan cappucino latte dingin. Ternyata di sana ada Aina juga. Tidak sia-sia Alden datang kemari. Gadis itu heran melihat wajah Alden yang terdapat luka-luka lebam.

Lewat tatapan mata Alden Aina mengerti. Ia pun keluar dan berjalan menuju tempat Alden duduk. Aina duduk di depan Alden.

"Kamu berantem lagi?"

"Biasa, dapat serangan dari keluarga korban."

"Sekarang kasusnya kenapa?"

"Klien aku adalah seorang penguntit. Suatu hari perempuan yang selalu dia ikutin  meninggal. Dia ketangkap kamera apartemen tempat di mana korban tinggal, ditambah dia sempat di penjara karena pernah pasang CCTV di toilet korban. Setelah keluar bukanya jera, dia malah tetap diam-diam masih suka ngikut korban."

Aina ngeri sendiri mendengarnya.

"Itu sebabnya klien aku ini ditetapkan sebagai tersangka utama. Padahal kejadian yang sebenernya adalah korban pingsan dan kepalanya kebentur keras sampai menyebabkan pendarahan. Sama sekali nggak ada jejak pembunuhan. Keluarganya nggak terima sama pembebasan si penguntit atas tuduhan pembunuhan dan masih nyangka kalau dia pembunuhnya. Jadi setelah sidang aku dipukul di luar sama ayah korban."

Setelah kejadian itu Alden dibantu lelaki yang mengaku sebagai kekasih korban hingga mereka sempat mengobrol sebentar di depan gedung pengadilan. Lelaki itu menceritakan tentang pacarnya yang sekarang sudah tiada. Dimulai dari sifat, fisik, dan lain sebagainya. Katanya cinta mereka tidak direstui orang tua dari pihak perempuan karena pekerjaan si lelaki yang kurang mapan alias hanya pegawai kantoran biasa.

Alden diam saja kala orang yang baru dikenalnya curhat panjang-lebar. Ia paham, bercerita pada orang yang tidak dikenal lebih membuat nyaman. Ditambah Alden juga tahu rasanya cinta terhalang restu orang tua.

"Saya pernah ajak dia kawin lari, dia bersedia. Kami sepakat bakal lakuin itu karena dia akhirnya mau dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Dia senang aku ajak kawin lari. Tapi ternyata Tuhan lebih sayang. Tuhan lebih tahu mana yang terbaik. Saya harus berusaha ikhlaskan dia meski berat. Padahal banyak mimpi kita yang belum terwujud."

Kawin lari.

Sesuatu terlintas di benak Alden.

"Semoga Anda mendapatkan yang lebih baik lagi," ucap Alden untuk menghibur.

Alden sendiri berpikir. Bagaimana jika ia dan Aina tidak berjodoh? Mampukah ia ikhlas dan berharap mendapatkan yang lebih baik?

Menasihat orang kadang lebih gampang daripada menasihati diri sendiri.

"Kenapa kamu ke sini? Harusnya kamu ke rumah sakit."

"Obat aku ada di sini. Gimana, dong?"

"Gombal!" Aina menarik tisu di atas meja, meremasnya kemudian melemparnya ke arah Alden. "Kamu itu nggak pantes gombal."

"But that's a fact, bukan gombal!"

"Udah, udah!"

"Aina," panggil Alden.

Wedding Dress √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang