the past

575 68 8
                                    

Hujan deras beserta angin kencang mengguyur ibu kota Korea Selatan, Seoul. Pohon-pohon bergoyang seakan-akan ingin tercabut dari akarnya. Suara air yang menghantam atap-atap bangunan seolah akan menghancurkan bangunan tersebut. Dan juga suara petir yang menggelegar. Malam ini Seoul tengah dilanda badai yang cukup mengerikan.

Halte dan toko-toko dipenuhi orang. Ada yang menunggu bus atau taksi datang. Adapula yang sekedar berteduh karena lupa membawa payung atau jas hujan. Tak ada pemberitahuan bahwa hujan badai akan turun, seolah-olah sedang terjadi sesuatu.

Mereka cemas, berharap dapat pulang segera dengan selamat dan bergabung makan malam bersama keluarga mereka, di dalam rumah yang hangat.

Berbeda dengan orang-orang itu, Hyongjae tengah berada di dalam mobilnya, dan merasa aman dari serangan badai. Penghangat mobil menyala, supir yang menyetirkan mobil, dan ia tinggal menunggu dengan manis sampai tiba di rumah megahnya.

Rasa aman itu berubah menjadi kepanikan saat tiba-tiba saja seseorang melintas di hadapan mobilnya. Supir buru-buru menginjak pedal rem. Akibat rem mendadak itu, Hyongjae terbentur kursi supir.

"Apa kau bodoh?! Untung saja kepalaku tidak cedera. Kau mau kupecat?!" teriak Hyonjae geram.

"M-maaf Tuan, tadi tiba-tiba saja ada orang melintas."

"Ck, aku tak perduli. Lagipula salah sendiri bila orang itu tertabrak. Siapa suruh tiba-tiba melintas seperti itu."

"Maaf Tuan."

"Cepat kau cek orang itu. Kalau dia mati, kau yang tanggung jawab. Aku tak ingin ada skandal yang merepotkan."

"Baik Tuan."

Walaupun badai tengah melanda, supir itu tetap turun dari mobil dan mengecek keadaan sekitar. Perintah Hyongjae itu mutlak, tak ada yang bisa membantahnya, dan supir itu juga masih sayang dengan nyawanya.

"Kemana orang itu? Kalau tak salah aku sempat menyerempetnya."

Supir itu bingung karena tak melihat seorang pun disekitar mobil tuannya. Masa orang yang melintas itu menghilang begitu saja? Memangnya dia itu hantu?

Memikirkan itu, membuat bulu kuduk si supir meremang.

Tak melihat apapun, si supir memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mobil. Namun, tiba-tiba ia mendengar suara tangisan anak kecil—tepatnya, tangisan dua anak kecil. Hati nurani menyuruhnya untuk mencari asal tangisan itu, tapi ia takut Tuannya akan marah karena menunggunya terlalu lama. Hyongjae itu kesabarannya sangat tipis.

"Kenapa lama sekali, Yanshen?" decak Hyongjae kesal saat supirnya—Yanshen kembali begitu lama.

"Tadi saya mendengar suara anak kecil menangis. Saya ingin mengeceknya, tapi khawatir jika akan memakan waktu lama."

"Cuih, tanpa kau mengecek pun kau kembali dengan sangat lama."

Hyongjae tiba-tiba terpikirkan sesuatu.

"Yanshen, cari dua anak itu."

Mendengar perkataan Tuannya, Yanshen bingung. Untuk apa Tuannya melakukan itu?

Yanshen bingung, tapi ia tetap mengikuti perintah Tuannya, "Baik Tuan."

•••

"Itu mereka," gumam Yanshen setelah menemukan apa yang ia cari.

Dua anak itu mengenakan pakaian yang sangat aneh, Yanshen tak pernah melihat pakaian semacam itu kecuali di televisi. Pakaiannya terlihat seperti pakaian para putra-putri mahkota kerajaan. Walaupun terlihat lusuh dan kotor, tapi Yanshen sangat yakin.

THE TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang