Dengan segala jurus rayuan Jimin, Kak Jiyen pun memperbolehkan ke-7 pemuda asuhannya itu ikut menginap di rumah Jimin. Jangan salah, walaupun galak, Jimin itu sangat jago dalam hal merayu. Inilah kelebihan yang sering ia gunakan saat urusan bisnis.
'Sepertinya kemampuanku ini menurun dari si brengsek itu.' batinnya.
Dan disinilah mereka sekarang, rumah besar kediaman Jimin.
"Woah, rumahmu ini besar sekali Jim. Kau tinggal sendiri?"
"Ngga, ada Bibi Junshin yang selalu stay 24 jam."
"Hoo.."
Jimin mengajak ketujuh pemuda itu masuk ke rumah mewahnya. Saat masuk, ada Bibi Junshin yang membukakan pintu utama sambil tersenyum. Jarang sekali nona-nya ini mengajak orang lain selain Jisung dan Mark ke rumah, bahkan ketiga sahabatnya itu belum pernah datang berkunjung. Makanya, Bibi Junshin sangat senang. Yah, walaupun semua tamunya ini laki-laki.
"Bi, tolong siapkan camilan ya. Jangan lupa minum nya juga."
"Baik nona," Bibi Junshin pun pergi menuju dapur.
Jeno, Jaemin, Chenle, dan Haechan terlihat asik melihat-lihat seluruh interior rumah Jimin. Di ruang utama-tempat mereka sekarang berada-terdapat sofa-sofa mewah yang mengelilingi sebuah meja tamu. Di dindingnya ada tiga foto besar, salah satunya ada foto Jisung, Jimin, dan Mark sambil tertawa-dengan posisi Jimin di tengah. Lalu ada satu foto dengan bingkai terbesar, terlihat Lee Hyongjae-CEO pengganti Lee Sooman, dan merupakan anak dari Lee Sooman sendiri-dan ada pula seorang perempuan yang kemungkinan besar adalah ibu dari Jisung, Jimin, dan Mark. Di bingkai tersebut juga terdapat tiga bersaudara itu. Foto itu pasti foto keluarga.
"Jimin lucu banget pakai gaun formal gitu," komentar Haechan.
"Maksudmu aku cantik?"
"Pede banget," cibir Jisung.
Jimin menatap Jisung tajam.
Sebelum ada perang dingin, Mark buru-buru mengalihkan perhatian, "Now what?"
Semua terdiam.
"Sambil nunggu camilan siap, kalian mandi terus ganti baju sana."
"Baju apa?"
"Badut."
"HAH??"
•••
Sekarang mereka tengah bersantai di ruang tengah. Ada televisi besar yang tertempel di dinding. Di bawah televisi, terdapat cupboard yang berisi berbagai video games lengkap dengan segala peralatannya. Lalu tepat dua meter di depan televisi, terdapat sofa empuk panjang tempat mereka duduk sekarang.
"Wow, koleksi game mu lengkap sekali Jimin. Tak kusangka kau suka bermain game."
Jimin menggeleng, "Itu semua koleksi Jisung, tapi terkadang aku juga suka memainkannya."
Tiba-tiba Jisung mengajak kakak-kakaknya bermain game, sekalian taruhan. Siapa yang kalah, akan menjadi babu selama sebulan. Jimin menjadi penonton sekaligus wasit dadakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TWINS
Fanfictiongimana rasanya punya kembaran idol dengan dirimu sebagai calon CEO agensinya?