rise

222 28 0
                                    

Sebuah kacamata bertengger manis di hidung Jimin, tanda ia sedang dalam mode sibuk mengurus dokumen-dokumen penting perusahaan. Laptop pun sudah berada di hadapannya. Deadline semakin dekat, ditambah bonus gadis itu mendapat undangan rapat membahas konsep NCT 2020 lusa nanti.

"Kenapa aku harus ikut rapatnya? Menyebalkan! Menambah pekerjaanku saja, huh."

Karin—atau mulai sekarang kita panggil saja Karina menoleh. Jujur saja, ia merasa sedikit terganggu dengan suara ketikan yang jelas sekali sengaja ditekan kuat-kuat, dan juga keluhan Jimin sejak tadi. Ingin menegur, namun Karina tahu apa yang dilalui Jimin tidaklah mudah.

"Hei, butuh bantuan?"

"Memangnya apa yang bisa kau lakukan?" ucap Jimin meremehkan. Sepertinya gadis itu sudah benar-benar kesal sampai berucap tajam begitu.

"Ey, you hurt me. Aku bisa ngapain aja kok. Atau... kau butuh bocah tampan itu?"

Jimin menghentikan kegiatannya. Atensinya sudah teralihkan oleh Karina. "Apa maksudmu? Siapa memangnya?"

"Raffi. Kau jatuh cinta padanya bukan? Atau perlu kusebut, 'cinta yang bersemi kembali?' Dia itu Lee Jihoon, kan."

"A-APAA??! APA MAKSUDMU?! JANGAN BICARA HAL ANEH SEPERTI ITU!"

"Kau tahu, raut wajah seseorang selalu bisa ditebak. Meskipun berkata seperti itu, pasti dalam hati kau mengiyakannya."

Ting tong!

Seseorang menekan bel kamar mereka berdua. Seketika perdebatan kecil itu pun berhenti. Karina menyiratkan kode kepada Jimin untuk membukakan pintu.

"Kenapa harus aku?"

"Tuan Putri Jimin, jarak pintu dari tempat saya berpijak ini sangatlah jauh, sekitar dua puluh langkah lebih. Anda lebih dekat," Karina mengatakan alasan yang sungguh tak masuk akal.

"Hah... terserah."

Dengan berat hati, Jimin membukakan pintu.

"Oh? Kak Jimin! Hai kak, kukira yang akan membukakan pintu Kak Karin. Aku membawa camilan untuk kita makan bersama!"

Jimin sedikit terkejut karena yang datang bertamu adalah Raffi. Padahal ia sudah berusaha keras melupakan kejadian memalukan yang disebabkan pria itu, sampai Jimin mencoba menyibukkan diri dengan mengerjakan pekerjaan dari Lee Hyongjae. Jimin yang blushing itu benar-benar memalukan menurutnya sendiri.

"Ehm," Jimin berusaha menetralkan perasaannya. "Mau apa kesini?"

"Aku membawa camilan. Ayo kita makan bersama!"

"Kau ini memang terbiasa berbicara non formal ya, dasar."

"Kalau begitu saya akan mengubah cara bicara saya," ucap Raffi sambil tersenyum lebar.

"Hati, ayo kuatkan dirimu!" batin Jimin. "Tak perlu. Terserah kok kau mau bicara seperti apa."

•••

"Yah, camilannya habis..."

"Itu salahmu. Kau yang makan paling banyak diantara kita, Karin. Kau harus membelinya lagi. Aku tak bisa bekerja kalau tak ada camilan."

"Kenapa aku? Minta saja Raffi!"

"Loh? Kan kamu yang menghabiskannya. "

"Kita memakannya bersama!"

Raffi hanya diam melihat dua seniornya adu mulut. Tak terlihat akan ada yang mengalah antar keduanya. Ia pun dengan inisiatif beranjak bangun dan pergi ke minimarket tempat ia membeli camilan sebelumnya. Saking sibuknya adu mulut, Jimin dan Karin tak menyadari kepergian Raffi.

THE TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang