"Menurutku itu ide yang bagus," komentar Jimin usai mendengar penjelasan Mark.
"Aku juga setuju. Sebelum melakukan peperangan, mempelajari lawan adalah hal yang penting."
Mark senang mendengar tanggapan adik-adiknya. Awalnya, ia sempat ragu dengan idenya sendiri. Ia juga khawatir kalau-kalau akan ada yang celaka. Melakukan aksi mata-mata terhadap Direktur Jeong memiliki resiko nyang besar. Mark merasa belum siap menerima tanggung jawab yang besar dalam memimpin aksi ini. Karena biasanya, Jimin lah yang menjadi otak dalam segala rencana gila melawan Hyongjae. Kali ini karena Jimin dan Jisung juga dalam situasi yang berbahaya, Mark pun mengambil alih.
"Terimakasih kak sudah bersedia membantu kami," ucap Jisung.
"Ey, aku kan kakak kalian. Sebagai kakak, itu sudah menjadi tanggung jawabku. Toh, Lee Hyongjae adalah ayahku jadi aku pun pasti terlibat."
"Tapi kak, apa kakak akan baik-baik saja? Setelah kita menghabiskan penjahat-penjahat itu, ayahmu pasti akan berakhir di penjara. Apa kakak siap dengan konsekuensi itu? Aku tahu kalau kakak sangat menyayanginya."
Mark hanya tersenyum lalu menjawab, "Entahlah Jisung. Bahkan fakta bahwa kita akan melawan dua pria yang statusnya adalah ayahku sedikit membuatku merasa aneh."
Sejak pembicaraan ini dimulai, Jimin terlihat canggung dan menjadi pendiam. Dia hanya bicara seperlunya, padahal biasanya cerewet mengomentari ini-itu. Kalau Jimin memberikan usulan, semua harus menyetujui itu, tak boleh ada bantahan ataupun komentar. Tapi ketika orang lain yang mengusulkan ide, Jimin pasti akan mengkritisinya habis-habisan. Ia sosok yang egois, namun kemampuannya memang tidak terelakkan.
Mark dan Jisung sebenarnya merasa aneh karena sejak tadi hanya mereka berdua yang bertukar pikiran. Jimin benar-benar bungkam.
"Hei Jimin, kamu kenapa? Kita sedang membahas rencana mengalahkan Lucifer loh? Kamu biasanya banyak memberi masukan, bahkan terlalu banyak."
"Hm? Tidak apa-apa. Kalian lanjutkan saja."
Jisung tahu pasti ada sesuatu yang membuat adiknya itu diam saja. Ia pun mengganti pertanyaannya.
"Jimin, apa yang sedang kau pikirkan?"
"A-apa?" Jimin mengerjapkan matanya seakan baru tersadar dari lamunannya.
"I know something is going wrong. Coba sini cerita."
Jimin terlihat ragu. Lalu ia dekatkan wajahnya ke telinga Jisung dan berbisik, "Aku janji bakal cerita, tapi nanti. Ngga sekarang, ngga disini karena ada Kak Mark."
"Oke."
•••
Kali ini mereka berkumpul di sebuah apartemen Jimin yang baru saja ia beli kemarin. Uang Jimin memang sebanyak itu sampai ia mampu untuk membeli satu unit apartemen yang cukup mewah. Alasan kenapa mereka memilih untuk membuat markas baru adalah untuk menghindari jangkauan musuh.
Meskipun rapat ini diadakan di apartemen Jimin, si pemilik tidak bisa hadir karena sudah ada janji meeting dengan petinggi SM Entertainment. Maklum lah orang sibuk. Jisung pun tak ada karena kondisinya yang belum pulih total.
Semua yang ada di ruangan itu menyampaikan informasi yang telah didapat.
"Makhluk hitam itu adalah bawahan Lee Hyongjae. Mereka akan terus memata-matai kita. Sebelum ingatanku kembali, aku sempat melihatnya di sekitar Jimin. Aku yakin, makhluk suruhan itu sudah mengintai kita sejak lama," jelas Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TWINS
Fanfictiongimana rasanya punya kembaran idol dengan dirimu sebagai calon CEO agensinya?