Chapter 9

798 88 4
                                    

—Melupakannya adalah pilihan yang tepat

****

Flashback on

Batavia cafe, pilihan yang bagus untuk menyewa cafe untuk acara ulangtahun temannya Moka, memang orang kaya beda dimana pun tempat itu langsung bisa disulap dengan mewah. Sebelum memutuskan untuk masuk kedalam cafe, Aurora memilih untuk berjalan jalan sebentar disekitar kota tua, Kenan sempat melarang dan mereka sempat berdebat karna Kenan ingin ikut serta menemani Aurora tapi dengan keras Aurora menolaknya. Bukan karna tidak suka, tapi Aurora butuh menyendiri untuk menenangkan dirinya, dan kebetulan sedang berada dilingkungan Kota Tua Aurora tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya begitu saja.

Aurora berjalan menyusuri jalan diantara gedung tua, saat berada ditepi jalan pelataran Museum Fatahillah yang berupa susunan konblok terlihat luas jauh membentang kearah barat tempat dimana Museum Fatahillah berdiri kokoh, Aurora tersenyum. Sekarang pukul 8 malam tapi suasnaa masih ramai untungnya tidak terlalu padat.

Aurora berdiri sambil tersenyum, lampu remang menemaninya sepanjang jalan, dinginya angin malam mampu membuat Aurora sedikit rileks.

Saat sedang berimajinasi sendiri sambil menghibur dirinya sendiri, Aurora menatap pria yang jaraknya hanya 10 langkah darinya. Pria dengan jeans hitam dan baju putih polosnya yang terbalut jaket kulit berwanra coklat, kini tengah menatap kearahnya. Bukan tidak mengenali, hanya saja Aurora bingung mengapa pria itu berada disini? Jika datang karena undangan Moka kenapa pria itu tidak langsung masuk kedalam cafe? Kenapa malah bertemu dengan nya disini?.

"Alkan," lirih Aurora, jujur saja saat ini Aurora sangat lelah untuk bersikap baik-baik saja didepan Alkan.

Entah mengapa saat Alkan datang suasana disekitarnya menjadi sepi, hanya lampu remang yang kini menemaninya untuk bertemu Alkan.

"Diluar dingin, ayo masuk." cowok itu menggengam lengan Aurora kuat.

Aurora ingin melepaskan, tapi tertahan dengan tangan Alkan yang sebelah kiri. Lalu sedetik kemudian pria itu menggenggam tangannya kuat. Jari-jari mereka saling bertautan memberikan kehangatan.

Mengapa rasanya senang sekali?

Jantung Aurora rasanya ingin mencelot keluar saking bahagianya bahkan perempuan itu tidak bisa lagi menahan desiran bahagia yang menyelimuti tubuhnya. Wajahnya memerah senyumnya pun tidak tertahankan. Perempuan itu tersenyum dibalik rambut hitam lebatnya.

"Mau jalan-jalan?" cowok itu menatap Aurora lembut. Ah Aurora merasa lemas dan tidak bisa berdiri lebih lama lagi.

Aurora mengangguk mengiyakan. Sama seperti Aurora, didalam hati Alkan terus menerus menutupi rasa groginya. Sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Bahkan saat bersama Sera dahulu, rasanya lebih kuat sekarang saat dia bersama Aurora. Alkan terus menatap kedepan tidak ingin Aurora melihat bahwa dirinya sedang gugup.

"Duduk dulu yah, cape juga dari tadi jalan terus," ujar Aurora, lalu tak lama perempuan itu duduk dibawah tanpa alas sedikitpun. Anehnya lagi tangannya seperti tidak bisa dilepas dari genggaman Alkan.

Alkan tersenyum lalu cowok itu mendaratkan bokongnya disamping Aurora. Benar. Alkan memang tidak ingin melepas genggamannya sekarang. Alkan tahu bahwa saat ini hatinya telah memilih Aurora untuk pelabuhannya.

"Gamau dilepas?" tanya Aurora hati-hati, dia tidak ingin salah bicara dan menyinggung perasaan Alkan.

Alkan tersenyum, tatapannya kembali lurus kedepan, "Enggak, pengen aja."

KENAN MY BEST HUSBAND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang