Chapter 13

766 91 8
                                    

—memberikan kesempatan atau pergi meninggalkan?

****

Aurora menarik napasnya dalam-dalam, semalam Alkan mengatakan bahwa cowok itu akan menunggunya dirumah. Awalnya Aurora menolak, namun cowok itu berkata dia sedang kurang enak badan jadilah Aurora mengalah dan datang kerumah Alkan untuk menemui cowok itu.

Tidak ada yang berubah dari rumah ini, masih sama seperti dulu, kolam ikan, tanaman hijau, taman kecil yang berisi ayunan serta bunga matahari yang sempat dia tanam dulu bersama cowok itu.

Aurora menekan bel, jika dulu pasti ada mang Kasman. Yang selalu berjaga didepan sambil menyiram tanaman milik Rinai namun sekarang terlihat sepi.

"Eh neng Aurora ya?"

Aurora menoleh, orang yang dia cari tadi muncul.

Mang Kasman dengan gunting rumput ditangannya.

Dia tersenyum lebar, "Iya mang, masih inget aku ya heheh. Mang Kasman apa kabar?"

"Atuh iya mang masih inget. Dulu neng sering banget kesini, satu-satunya cewek yang di ajak kesini sama si Aden. Masa Kamang lupa. Mamang alhamdulillah baik, eneng gimana? Aduh meuni geulis pisan euy."

Aurora tersipu, dia tersenyum lebar, "Bisaan aja mang, aku baik kok. Mamang betah ya kerja disini."

"Iya, atuh Bu Rinai udah nitipin si aden sama mamang sama Bibi gamungkin kita pergi."

"Tante Rinai kemana emang?"

Aurora tidak tahu kabar Rinai, setelah Alkan pergi meninggalkannya, Aurora sempat kesini berpikir bahwa Alkan akan kembali tapi Rinai menyuruh Aurora untuk melupakan Alkan, merelakan Alkan dan tidak menunggu Alkan kembali. Entah apa alasannya. Aurora masih belum tahu. Dia berharap hari ini dia bisa mendapatkan jawabannya. Agar dia bisa tenang dan tidak ada penyesalan karena dia tak mendengarkan alasan yang Alkan berikan.

"Eneng gak tahu?"

Aurora menggeleng, "Si Ibu kecelakaan pesawat neng waktu mau nyusul den Alkan ke Inggris. Sampai sekarang masih belum sadar."

Aurora terdiam, Rinai kecelakaan dan Alkan menanggungnya seorang diri. Dia merasa sangat bersalah.

Dari dulu bahkan sampai sekarang Aurora hanya selalu mennuntut apapun yang dia inginkan. Dia tak pernah mendengarkan apapun yang Alkan jelaskan. Selalu ingin dituruti, ditepati apapun yang di janjikan.

Aurora tahu dia terlampau egois, dia cemburu, dia tidak rela jika dia harus berbagi dengan perempuan lain. Aurora tidak suka apa yang jadi miliknya dinikmati orang lain.

"Alkan ada mang? Bisa anterin aku ketemu dia?"

"Katanya si aden kalo eneng datang langsung masuk aja. Kamarnya masih yang lama neng."

Aurora mengangguk, lantas dia membuka pintu lebar-lebar.

Sepi dan hening. Masih sama seperti dulu. Bedanya sekarang sudah lebih banyak rak buku yang berisi buku berbagai macam genre dan ilmu pengetahuan.

Aurora tersenyum, pemandangan ini sangat dia sukai jika dia berkunjung kerumah Alkan. Letak rak ini dulu berada didalam ruang kerjanya Reno-alm. Papanya Alkan.

Aurora tersenyum, mengingat kenangan manis mereka dulu.

Saat sedang bernostalgia, perempuan itu terkejut saat lengan kekar melingkar di pinggangnya. Hembusan napas terasa dileher jenjangnya. Seketika Aurora menahan napas. Pasokan oksigen didalam dirinya seolah terhenti.

"I Miss you, babe." Alkan berujar lirih, Aurora merinding mendengar suara lelaki itu. Lelaki yang sempat membuatnya jatuh cinta tanpa syarat apapun. Lelaki yang dia kejar tanpa memperdulikan malu dan dianggap murahan karena terlalu mengejar pria.

KENAN MY BEST HUSBAND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang