Kesal

30 4 11
                                    

Seperti dugaanku, abang Sawa marah besar padaku. Bahkan lebih dari yang aku bayangkan. Bahkan abang Sawa tidak mau berbicara padaku. Aku tahu aku memang keterlaluan karena mengganguu kencan mereka. tapi kan bukan salahku jika Adeeva semarah itu. Atau itu memang salahku? Entahlah.

Tidak hanya itu, abang Sekai juga merajuk karena aku menolak membantunya kemarin. Keito dan Nacchan juga semakin menyebalkan. Ditambah lagi tamu bulananku datang dan membuat moodku semakin buruk. Rasanya aku ingin marah kepada semua orang. 

Ini sudah hari kedua abang Sawa tak mau bicara padaku. Abang Sekai juga masih merajuk. Kedua adikku tidak usah ditanya, mereka semakin menyebalkan saja. Aku menyibukkan diri dengan membaca manga dan jalan-jalan di taman kompleks. Setidaknya dengan kedua abangku yang sedang merajuk aku jadi punya banyak waktu istirahat karena mereka tak merecokiku untuk menjadi asisten mereka. Tapi minusnya aku jadi tak memiliki penghasilan lagi.

"Haah~ nasib bambong~" gumamku pelan.

Saat ini aku sedang duduk di salah satu bangku taman kompleks. Taman kompleks tempatku tinggal memang tidak terlalu besar, namun sangat nyaman karena banyak pohon-pohon rindang yang tersebar diseluruh penjuru taman. Biasanya taman ini paling ramai di hari minggu pagi dan sore. Seluruh penghuni kompleks sepertinya datang ke taman di minggu pagi atau sore untuk sekedar berjalan-jalan santai bersama keluarga atau hanya sekedar berburu jajanan dari penjual jajanan yang mangkal di sekitar taman.

Karena hari ini hari Senin, jadi taman cukup sepi. Hanya ada satu pasangan lansia yang sedang berjalan-jalan santai dan beberapa anak kecil yang bermain jungkat-jungkit. Aku merogoh kantung celana dan jaketku mencari-cari recehan yang mungkin tertinggal disana. Aku menemukan empat lebar uang nominal Rp2000 dan dua benggol uang koin nominal Rp.1000 di kantung celana dan jaketku. 

Aku menghela napas pelan, "yah, cuma segini. Jajan pentol aja deh biar kenyang," gumamku sambil beranjak dari banku dan menuju gerobak salah satu pedagang pentol yang mangkal di pinggir taman. 

*****

Setelah bosan di taman, aku memutuskan untuk pulang. Namun aku tak langsung pulang, aku memilih jalan memutar jauh agar tidak cepat sampai ke rumah. Aku melewati kedai kopi Om Tetsuya yang terletak di luar kompleks pereumahan tempat aku tinggal. Tempat itu tentu saja selalu ramai. Pengunjungnya tentu saja lebih banyak anak muda. Kedai itu sudah berdiri sekitar lima tahun dan tak pernah sepi pengunjung. 

Biasanya Om Tetsuya selalu mempercayakan kedai kepada karyawan kepercayaan Om Tetsuya, si rambut landak, Hayato. Lelaki seumuranku yang sangat mencintai kopi. Bahkan ia pernah mencampakkan pacarnya yang tidak menyukai kopi. Salah satu alasan aku tak bisa dekat dengannya karena aku tidak menyukai kopi. Setiap aku datang ke kedai dan tidak memesan kopi, ia selalu menatapku sinis dan menyindirku. Dia sangat kompak dengan Kanta untuk urusan menyindirku. Padahal ketika masih kecil, mereka tidak semenyebalkan itu.

Ketika aku melewati kedai, Om Tetsuya ada di balik meja kasir. Pemandangan yang cukup langka melihat sang pemilik kedai yang suka bereksperimen dengan minuman ada di balik meja kasir, biasanya beliau ada di balik meja kounter, meracik minuman untuk pelanggan. Aku juga bisa melihat Hayato sedang meracik minuman, Kanta membersihkan meja yang sudah ditinggalkan pelanggan, serta satu pegawai perempuan yang sepertinya pegawai baru membantu Kanta membersihkan meja yang lain. 

Sebenarnya aku ingin mampir, tapi sayangnya aku tidak memiliki uang lagi. Uang terakhirku sudah aku pakai untuk mengisi perutku (walaupun aku tidak kenyang sepenuhnya). Aku pun melewati kedai dengan langkah sangat lambat agar aku bisa lama sampai di rumah. Aku berjalan sambil menundukkan kepala. Kedua tanganku aku masukkan kedalam saku hoodie. Sesekali aku menendang kerikil yang ada di dekat kakiku. Ketika aku hampir meninggalkan bangunan kedai, Om Tetsuya memanggilku.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang