Nostalgia (part 2)

13 3 6
                                    

Aku dan Taiki duduk di pinggir taman mengarah kedalam taman sembari menunggu pesanan kami datang. Aku mengarahkan pandangku ke sekeliling taman. Ketika malam, taman ini memang tidak seramai ketika siang. Namun, pemandangan taman yang dipenuhi lampu-lampu juga tak kalah indah. Setiap malam, selalu ada pedagang yang berjualan di sini hingga hampir tengah malam.

"Rin," panggil Taiki. Aku berhenti menyisir taman dan menoleh ke arah Taiki.

"Hmm," gumamku menjawab panggilan Taiki.

"Inget nggak sama ayunan itu?" tanyanya sambil menunjuk ayunan yang ada di bagian tengah taman.

Mataku mengarah ke arah yang ditunjuk Taiki. Aku ingat ayunan itu. Ayunan itu sama sekali tak berubah sejak kami masih kecil. Hanya saja, sekarang warnanya sudah memudar. Dulu, aku dan Taiki selalu suka bermain di sana. Kami selalu memonopoli ayunan itu dan akibatnya kami sering bertengkar dengan anak-anak lain hanya karena ayunan itu.

Aku tertawa pelan mengingat masa-masa itu. "Rasanya udah lama banget ya kita nggak main ayunan lagi."

"Dulu kamu juga pernah jatuh dari ayunan 'kan? Tapi kamu tetep aja nggak kapok." Taiki tertawa setelah mengatakan itu.

"Eh, itu gara-gara kamu ngayunnya kekencengan ya." Aku memukul pundak Taiki kesal karena mengingat kesialanku yang disebabkan olehnya.

"Loh, kan kamu yang bilang ngayunnya harus kenceng," protesnya.

"Ya, tapi 'kan nggak sekenceng itu juga," balasku tak mau kalah.

Tak lama setelah aku dan Taiki berdebat mengenai masa lalu, pesanan kami datang. Wangi nasi goreng yang ada di hadapan kami membuatku meneteskan liur dan juga membuat cacing-cacing di perutku meronta-ronta minta diberi makan. Kami pun menyantap makanan kami. Sesekali Taiki mengajaku kembali bernostalgia mengenai masa kecil kami.

Jika bersama Taiki, rasanya tak membosankan. Taiki selalu memiliki bahan pembicaraan. 

Jika diingat, ketika kami kecil, Taiki juga yang memulai pembicaraan padaku. Dia membuatku yang takut dengan orang baru menjadi nyaman. Sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakan senyum manis Taiki yang menyapaku untuk pertamakali.

@@@

"Halo, saya Nia yang tinggal di rumah depan. Mbaknya pindahan dari mana?" tanya seorang wanita akhir duapuluhan kepada seorang wanita yang mungkin umurnya tak jauh berbeda dengannya.

"Oh, halo mbak Nia. Saya Rika. Kami pindahan dari Samarinda mbak," jawab wanita itu ramah.

"Ibu, ayok pulang," rengek seorang bocah perempuan yang digandeng wanita bernama Nia itu. Ia seperti ketakutan dan bersembunyi di belakang Nia.

"Sabar dulu Rin," ucap Nia pada bocah kecil bernama Rin itu.

Gadis kecil itu akhirnya hanya bisa menurut dan terus bersembunyi dibalik Ibunya.

"Ah, ini anak perempuan saya, namanya Rin." Nia memperkenalkan anaknya.

"Halo Rin, Tante juga punya anak seumuran kamu loh. Mau main bareng dia nggak?" tanya wanita bernama Rika itu. Rin kecil hanya menggeleng dan terus bersembunyi dibalik Ibunya.

"Taiki~" wanita itu memanggil anaknya.

Dari dalam rumah, muncul seorang anak laki-laki seumuran Rin.

"Iya, Ma. Kenapa?" tanyanya sambil mendekati Rika.

"Kenalan dulu sama tetangga baru kita," titah Rika pada anak laki-lakinya. Anak laki-laki itu mengangguk.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang