Patah Hati

6 2 2
                                    

Akhirnya, hari yang dinanti telah tiba. Sejak pagi aku sudah sibuk mempersiapkan diri untuk pergi ke acara ulang tahun pernikahan mantan bosku. Apalagi aku sangat tidak percaya diri dengan gaun yang kubeli tempo hari. Bukannya aku merasa gaun itu jelek. Gaun itu cantik. Sangat malah. Akan tetapi aku merasa sepertinya tak akan cocok ketika aku pakai nanti. Aku merasa nanti akan ada yang mengejekku ketika memakai gaun.

Aku mondar-mandir di depan sofa dengan rambut basah ketika Adeeva membuka pintu depan. Jangan heran jika ia bisa membuka pintu rumah ini sesuka hatinya. Dia jelas punya akses untuk itu. abang Sawa dengan senang hati menyerahkan satu kunci cadangan untuknya.

"Kamu ngapain?" tanyanya.

"Apa aku gak usah dateng aja ya Dev?" Bukannya menjawab pertanyaan Adeeva, aku malah balik bertanya.

"Kenapa lagi sih?" tanyanya sambil duduk di sofa.

"Aku ngerasa gak pede. Nanti aku malah bikin Taiki malu," jawabku.

"Ya makanya jangan pecicilan, biar Taiki gak malu nanti," balas Adeva enteng.

"Ish, sama sekali nggak membantu," kesalku.

"Yaudah aku pulang nih." Adeeva sudah bangkit berdiri namun aku tahan agar ia kembali duduk.

"Jangan gitu lah calon kakak ipar, hehe," rayuku agar Adeeva tidak jadi pulang.

"Giliran begini aja, kamu manggil aku kakak ipar," sinisnya.

Jika ada abang Sawa aku pasti sudah diomeli karena hampir bertengkar dengan Adeeva. Untung saja abang Sawa sedang ada di luar kota, jadi tidak tahu yang terjadi saat ini.

"Kamu nanti dateng juga?" tanyaku pada Adeeva.

"Kalau Om Omi ngajakin, mungkin aku dateng," jawabnya. "Harusnya sih aku sama abang Sawa, tapi kan abang Sawa lagi di luar kota," lanjutnya.

Sebenarnya abang Sawa juga diundang ke acara ulang tahun pernikahan mantan bosku, hanya saja tiba-tiba abang Sawa harus menemui klien di kota sebelah. Alhasil ia tak bisa datang. Dan sepertinya aku akan sekalian mewakili abang Sawa di acara nanti malam.

"btw Rin, mending kamu keringin rambut dulu,"ucap Adeeva. "Untung rambut kamu pendek, kalau panjang pasti sudah kayak sadako," lanjutnya.

"Sadako, sadako. Kamu tuh sadako," kesalku sambil beranjak dari sofa menuju kamarku.

*****

Ketika hari menjelang sore, Adeeva mulai mendandaniku. Aku tak tahu apa-apa saja yang ia timpakan di wajahku, yang jelas dia melakukannya sambil mengomel. Entah mengomel tentang kulitku wajahku, kantung mataku, atau bahkan bibirku yang kering. Aku hanya bisa pura-pura tak mendengar omelannya sepanjang ia mendandaniku.

"Makanya kamu tuh rajin skincare-an biar kulitmu tuh gak kusam kayak gini. Ini lagi bibir kering banget. Kamu tuh nggak pernah pake lip balm apa? Memangnya kamu tuh nggak risi..."

Omelan Adeeva masih terus berlanjut hingga pintu depan diketuk. Aku tahu itu pasti Taiki. Siapa lagi yang akan datang ke sini. Tidak mungkin salah satu saudaraku atau Kenta dan Rui. Sudah pasti itu Taiki.

Adeeva berhenti memulas kuas di pipiku dan beranjak ke pintu depan. Ia membuka pintu dan benar saja, Taiki berdiri di depan pintu dengan setelan jas berwarna biru dongker yang senada dengan warna gaunku. Dan tentu saja dia sangat tampan. Dia memang sudah tampan, tapi sekarang dia terlihat makin tampan dan gagah. Aku bisa gila rasanya.

"Biasa aja dong ngeliatnya," bisik Adeeva menggodaku. Aku langsung menatapnya sinis apalagi melihat senyum mengejeknya itu. Jika bukan karena ia sedang mendandaniku, sudah pasti aku akan mencubit lengannya.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang