Dering alarm dari ponselku membangunkanku. Aku meggeliat sebentar sebelum meraih ponselku dan mematikan alarm. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Tubuhku terasa pegal di beberapa bagian. Sepertinya ini akibat dari tidur di lantai keras dan hanya beralaskan jaket tipis. Mau bagaimana lagi, aku tidak membawa selimut ketika keluar dari rumah.
Omong-omong, setelah aku keluar dari rumah, aku menuju rumah Om Tetsuya. Tidak, aku tidak mengharapkan Om Tetsuya menampungku untuk tinggal di rumahnya. Memangnya siapa diriku? Aku ke rumahnya untuk meminjam kunci kedai. Aku meminta izin untuk tinggal di kedai sementara waktu. Beruntungnya Om Tetsuya mengizinkan dan juga beliau tidak bertanya macam-macam. Om Tetsuya baik sekali, kenapa beliau tidak jadi Omku saja sih? Kenapa aku harus punya Om iseng yang kadang menyebalkan, dan juga Om yang cerewet.
Aku bangkit dan duduk di kursi di depanku. Aku menghela napas berat. Ini pertamakalinya aku tidak tidur di rumah selain ketika berkemah atau ketika menginap di rumah keluarga yang lain. Aku tak tahu harus memuji diriku atau memaki diriku. Secara finansial aku belum bisa mandiri, namun dengan beraninya aku keluar dari rumah tanpa pikir panjang. Sebenarnya apa yang aku pikirkan sih?
Kegiatan meratapi diriku terinterupsi karena pintu ruangan dibuka. Kanta berdiri di sana sambil menatapku.
"Kamu nginep di sini?" tanyanya.
Aku sempat kaget Kanta bisa masuk ke dalam kedai, padahal aku yang memegang kuncinya. Lalu aku teringat jika Om Tetsu mempercayakan kunci cadangan kedai kepada Kanta. Jadi, ketika Om Tetsuya tidak bisa sering-sering datang ke kedai, yang membuka dan mengunci kedai adalah Kanta.
Aku hanya menjawab pertanyaan Kanta dengan gumaman dan melangkah menuju kamar mandi. Aku tidak bisa berpikir lagi. Mungkin aku hanya harus menjalani saja.
Ah, aku harus tetap memikirkan tentang tempat tinggalku kedepannya. Aku jelas tidak mungkin tinggal di sini untuk seterusnya.
*****
Aku tidak banyak berbicara selama bekerja. Aku merasa tidak memiliki energi untuk itu. Namun, aku berusaha profesional selama melayani pelanggan. Untungnya hari ini tidak terlalu banyak pelanggan di kedai.
"Kak Rin, kami duluan ya." Misaki dan Kurea pamit padaku karena mereka harus pergi kuliah. Aku tersenyum dan membalas lambaian tangan mereka.
Aku tahu senyumku terlihat sangat tidak tulus. Aku harap mereka bisa memaklumiku kali ini. Tadi pagi aku bilang aku tidak akan memikirkan masalahku, namun aku tetap saja masih memikirkannya.
"Haaah~" Aku menghela napas berat untuk kesekian kalinya.
"Kayak banyak beban hidup aja kamu." Hayato yang berdiri di sampingku menyahut. Atau lebih tepatnya menyindir.
Aku hanya membalasnya dengan tatapan sinis. Dia memang selalu menyebalkan. Sama saja seperti Kanta.
"Rin mah hidupnya beban semua." Kanta ikut menyahut.
Kubilang juga apa? Kanta itu menyebalkan. Sekarang saja dia mulai menabur garam. Padahal baru kemarin lukaku kembali menganga. Karena aku sedang tak punya energi untuk berdebat, aku pun mengabaikan mereka.
"nanti malem aku tidur dimana? Masa' tidur di sini lagi sih?" batinku.
Aku jelas harus memikirkan harus tinggal dimana malam ini. Aku tidak mungkin terus tinggal di kedai. Aku merasa tidak enak dengan Om Tetsuya. Sepertinya aku harus menginap di rumah salah satu Omku. Tapi siapa? Aku tidak ingin menginap di rumah Om Keiji, anaknya selalu mengajakku bermain. Aku kan malas bermain dengannya. Aku juga tidak mungkin menginap di rumah Om Kenjiro. Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru. Sekarang pilihannya hanya rumah Leiya atau rumah Om Naoto. Akan tetapi keduanya sepertinya bukan pilihan bagus. Jika ke rumah Leiya aku pasti akan diomeli oleh Mami (Ibu Leiya) dan jika aku ke rumah Om Naoto, sudah pasti Om cerewet itu akan mengomeliku. Belum lagi beliau akan curhat padaku tentang pacarnya. Tetapi, aku benar-benar tidak punya pilihan lain lagi, karena aku kan tidak mungkin pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Absurd
FanfictionIni hanyalah cerita absurd tentang kebobrokan Kakak dan juga adik-adikku beserta orang-orang absurd lainnya di kehidupanku. Namaku Rin, ngomong-ngomong. Anak ketiga dari lima bersaudara. Dari kami berlima hanya satu saja yang terlihat normal. Sisan...