Seperti dugaannku, siang ini tak akan seindah pagi tadi. Saat jam makan siang, tiba-tiba saja kami kedatangan klien baru. Alhasil jam makan siang kami molor. Ditambah lagi, pekerjaannya diberikan kepadaku.
"Rin, klien yang tadi kamu yang handle ya," titah abang Sawa.
"Ih, Bang masa' Rin sih? Rin kan belum berpengalaman. Kalo jadinya malah kacau gimana?" jawabku ragu.
"Nanti abang bantuin juga kok, kamu nggak usah takut salah. Sekalian jadi pengalaman kan," balas abang Sawa.
"Yaudah iya deh aku yang kerjain, tapi abang janji bantuin ya," ucapku mengiyakan permintaan abang.
"Iya tenang aja. Yaudah kamu makan dulu gih. Kamu belum makan siang kan?" titah abang Sawa. "Rui sama Kenta udah makan siang?" tanyanya pada Rui dan Kenta.
"Belum Pak Bos, tadi kan klien istimewa ya kami ndak berani pergi to," jawab Kenta yang diiyakan oleh Rui.
"Yaudah kalian makan dulu sana. Ibu bawaiin makan banyak kok, jadi cukup buat berempat," ucap abang Sawa.
"Bang, itu kan jatah makan Rin.," protesku.
"Itu banyak banget Rin, bagi-bagi dong," balas abang Sawa.
Aku tak melawan lagi dan hanya bisa pasrah membagi makan siangku dengan dua rekan kerjaku.
*****
"Abang pulang kapan?" tanyaku pada abang Sawa ketika abang Sawa sedang mengambil minum di pantry.
"Kenapa Rin?" tanyanya balik.
"Bareng bang, tadi pagi perginya dianter Nacchan soalnya," jawabku.
"Yaudah bareng abang aja. Tapi abang kelarin kerjaan dulu ya," balasnya.
"Lama nggak bang? Mau Rin bantuin? Bentar lagi jam 5 loh bang," berondongku. Abang Sawa bahkan tak mau repot menjawab pertanyaan beruntunku.
Aku mengekor abang Sawa masuk ke dalam ruangannya dan berakhir diomeli. Akhirnya aku kembali ke majaku dan melanjutkan pekerjaanku lagi. Kenta dan Rui juga masih sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Aku juga akhirnya terhanyut dengan pekerjaanku. Ketika waktu menunjukkan pukul 5 sore, Kenta dan Rui berhenti bekerja dan berpamitan untuk pulang.
"Nggak pulang Rin?" tanya Rui.
"Nunggu abang Sawa," jawabku singkat sambil mematikan komputerku.
"ndak mau bareng Rin?" tanya Kenta.
"Nggak Ken, paling bentar lagi abang Sawa selesai," jawabku.
"Yowis, disikan yo," ucapnya lalu meninggalkan kantor bersama Rui.
Setelah memastikan komputerku telah benar-benar mati, aku mengecek handphoneku. Ada beberapa pesan dari Taiki. Aku membuka pesan dari Taiki dan membalasnya. Tanpa aku sadari senyumku terkembang ketika membaca pesan dari Taiki. Padahal pesan dari Taiki bukan sesuatu yang spesial. Ia hanya menanyai bagaimana pekerjaan baruku.
"Rin, ayok pulang." Suara abang dari arah depanku membuatku kaget dan langsung memasukkan handphoneku ke tas.
"Ah, iya ayok bang," jawabku.
"Kamu nyembunyiin apaan sih sampe kaget gitu?" tanya abang Sawa curiga.
"Nggak ada bang, tadi Cuma bales chat dari Taiki," jawabku sambil beranjak dari dudukku.
"Ooh, habis chatan sama ayang toh," goda abang Sawa.
"Ih, abang nggak usah mulai deh," protesku sambil mencubit lengan abang Sawa. Abang Sawa mengaduh kesakitan karena cubitanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Absurd
FanfictionIni hanyalah cerita absurd tentang kebobrokan Kakak dan juga adik-adikku beserta orang-orang absurd lainnya di kehidupanku. Namaku Rin, ngomong-ngomong. Anak ketiga dari lima bersaudara. Dari kami berlima hanya satu saja yang terlihat normal. Sisan...