Sepi

7 1 2
                                    

Tiga bulan telah berlalu setelah Abang Sawa mengungkapkan rencananya untuk mengajakku tinggal di kantor ketimbang harus bolak-balik dari kantor ke rumah yang jaraknya sangat jauh dan membuat lelah. Dan hari ini kami sudah mulai bersiap-siap untuk pindah. Lantai 2 dan 3 kantor abang Sawa hampir siap untuk ditinggali. Seluruh perabotan penunjang sudah lengkap mulai dari perabotan kamar hingga dapur, hanya tinggal menyelesaikan renovasi atap. Walaupun sesungguhnya aku masih belum siap tidur sendirian. Selama ini aku selalu satu kamar dengan keempat saudaraku, jadi aku tak pernah mempersiapkan diri untuk tidur di satu kamar sendirian.

"Rin, barang-barang yang mau dibawa udah semua?" tanya abang Sawa padaku yang sedang memasukkan beberapa barang ke dalam kardus.

"Tinggal yang ini Bang," jawabku sambil menunjuk ke arah kardus di depanku.

"Kalau udah nanti bawa ke bawah ya. Bisa kan?" Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan abang Sawa.

Setelahnya aku kembali mengemasi barang-barang yang akan aku bawa ke tempat tinggal baruku. Kebanyakan barag yang aku kemas adalah koleksi novel dan komikku. Akan rasanya tidak bisa meninggalkan mereka. Mereka adalah salah satu penghilang stressku. Setelah selesai mengepak barang-barangku, aku pun membawanya turun untuk dimasukkan ke dalam mobil. Rencanya hari ini semua barang-barang akan di bawa terlebih dahalu kemudian aku dan abang sawa akan mulai tinggal di sana 3 hari kemudian setelah atap selesai di renovasi.

"Sini aku bantu kak," tawar Keito saat aku hampir mencapai lantai satu.

"Nih," jawabku sambil menyodorkan kotak kardus di tanganku. Keito menerimanya dan membawanya ke mobil. Aku mengekor di belakangnya. Kardus yang Keito bawa adalah barang terakhir yang masuk ke dalam mobil. Setelahnya kami berlima pun masuk ke dalam mobil dan pergi ke kantor abang Sawa.

*****

Tiga hari kemudian...

Akhirnya aku dan abang Sawa tinggal di ruko milik abang Sawa. Kami menempati kamar di lantai 2. Kamarku tepat di samping kamar abang Sawa. Sejujurnya aku masih tidak terima harus tidur di satu kamar sendirian. Rasanya aku akan merasa kesepian karena biasanya sebelum tidur aku akan menjahili Keito dan Nacchan yang suka memakai masker wajah. Atau jika aku terbangun saat hujan lebat, aku akan membangunkan yang lainnya agar menemaniku hingga aku kembali tidur lagi. Tapi mulai sekarang aku harus tidur sendirian.

Aku masih berdiri di depan pintu hingga abang Sawa menengurku.

"masuk Rin. Mau sampe kapan kamu berdiri di depan pintu?" tegur abang Sawa.

Aku memandang abang Sawa dengan tatapan memelas.

"Udah ah, kan udah sepakat. Lagian kamar abang di sebelah kamarmu," ucap abang sawa sambil menunjuk kamar di sebelah kamarku.

Aku menghela napas lelah. Menyerah. Sepertinya aku memang harus menerima takdirku untuk tidur sendirian di kamar yang tidak luas juga tidak sempit ini. aku pun memasuki kamar baruku. Aku memandang kesekeliling ruangan. Sudah ada tempat tidur, meja dengan komputer serta beberapa barang penunjang seperti lampu meja dan lain-lainnya.

"Not bad," gumamku sambil menuju ke kasur yang terletak di pojok kamar di sebelah kanan pintu kamar dan merebahkan diri ke atas kasur empuk itu.

"Rin, kamu mau makan apa?" tanya abang dari depan pintu kamar.

"Mi ayam," jawabku sambil mengangkat kepada dari kasur.

"Mi ayam terus, abang masakin pasta aja ya," tawar abang sawa.

"sama-sama mi juga," balasku.

Aku bisa mendengar suara langkah kaki abang Sawa menjauh dari pintu kamarku menuju ke arah dapur. Setelahnya aku mendengar suara pintu kulkas yang dibuka dan ditutup kembali dan suara pisau yang beradu dengan telenan. Suara-suara itu membuatku mengantuk. Tanpa aku sadari aku mulai memejamkan mata dan tertidur.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang