Menyusul

5 2 0
                                    

Setelah menghabiskan 4 hari melakukan pemotretan di beberapa lokasi berbeda, akhirnya pemotretan kami selesai. Aku tidak tahu apakah pemotretan prewedding memang selama ini atau hanya pasangan kaya ini saja yang melakukan pemotretan selama 4 hari.

"Haaa~ ini kita beneran udah gk ada pemotretan lagi kan besok?" tanyaku setelah menghempaskan tubuhku ke kasur.

"Iya kak, besok udah nggak pemotretan lagi. Kayaknya lusa juga kita pulang ke Balikpapan." Mendengar kata pulang aku langsung bangkit dari tidurku dan duduk bersila di kasur. Aku baru ingat jika selama seminggu di Bali waktu yang kuhabiskan hanya melakukan pemotretan dan tidur dan makan tentu saja. Selain itu aku tidak ada pergi ke tempat-tempat yang kuinginkan. Terutama tempat yang dijanjikan Sho. Aku tidak mendapatkan izin dari Om Naoto untuk pergi bersama Sho, padahal aku sangat menantikan pergi bersama Sho.

"Huaaa liburanku yang berharga udah mau kelar aja," ucapku sedih.

"Haha, kakak liburan tapi malah kerja ya." Ucapan Ran membuatku tersadar jika aku sebenarnya tidak sedang liburan.

"Ah iya, aku bukan liburan tapi kerja," ucapku sedih sambil menundukkan kepala.

Selama aku meratapi nasibku yang gagal liburan, aku merasakan ponselku bergetar. Dengan malas aku meraih ponselku yang ternyata ada panggilan masuk dari Ayahku.

"Halo Yah," ucapku mejawab panggilan telepon dari Ayah.

"Rin, kamu lagi sama Naoto?" tanya Ayah di sebrang sana.

"Rin lagi di kamar Yah. Kenapa Ayah nyari Om Naoto? Mau Rin samperin ke kamar Om Naoto?" tanyaku.

"Iya tolong ya Rin. Naoto Ayah telponin dari tadi nggak diangkat."

"Yaudah sebentar ya Yah, Rin ke kamar Om Naoto dulu. Telponnya Rin matiin nggak nih?" Aku turun dari kasur sambil mencari sandal kamar yang bisa aku kenakan.

"Nggak usah aja. Ayah tunggu. Ini adik kamu juga mau ngomong. Katanya kangen kamu." Setelah berkata seperti itu, suara Keito langsung menyapa pendengaranku.

"Kakak! Kei kangen Kakak!" Suara nyaring Keito membuatku refleks menjauhkan handphoneku dari telinga.

"Kei, nggak pake teriak bisa nggak sih? Kupingku bisa budek ini," kesalku.

Aku berhenti di salah satu kamar yang letaknya lima pintu dari kamarku. Ini adalah kamar Om Naoto. aku pun langsung memanggil Om Naoto.

"Om Naoto, Om ada di kamar nggak?" Aku bertanya sambil mengetuk pintu kamar Om Naoto berkali-kali. "Om dicariin Ayah. Katanya ditelpon nggak angkat-angkat," lanjutku sambil terus mengetuk.

"Ih, mana sih Om Naoto. Apa tidur ya?" tanyaku entah pada siapa.

"Naoto nggak ada di kamar Rin?" tanya Ayah di seberang sana yang sepertinya mendengar pertanyaanku.

"Nggak tau Yah. Rin ketok-ketok pintu kamarnya nggak ada nyaut," jawabku.

Aku pun kembali mengetuk pintu kamar Naoto, hingga kamar di sebelah Om Naoto dibuka.

"Eh, Rin. Kamu ngapain?" tanya Bang Keita yang ternyata menempati kamar sebelah.

"Nyari Om Naoto," jawabku. "Om Naoto ada di dalem nggak?" tanyaku.

"Harusnya sih ada. Tadi habis dari lokasi pemotretan langsung masuk kamar kok," jawabnya.

"Apa tidur ya?" ucapku pada diriku sendiri.

"Kamu ngapain Rin?" Sebuah suara dari samping kiriku membuatku terkejut. Aku langsung menoleh ke arah suara yang mana milik Om Naoto.

"Om, dicariin sekalinya nggak di kamar!" ucapku kesal. "Om nggak bawa hape? Ayah nelponin dari tadi tapi nggak Om angkat. Aku juga ngetokin pintu kamar Om dari tadi sekalinya Om nggak ada di kamar," berondongku.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang