Pertemuan Dua Keluarga

21 2 5
                                    

Setelah abang Sekai memberikan restunya kepada abang Sawa, abang Sawa pun mulai membicarakan rencanaya kepada Ayah dan Ibu. Tentu saja Ibu yang paling semangat. Apalagi Adeeva adalah calon menantu kesayangan Ibu (ya sejauh ini calon menantu Ibu memang hanya Adeeva). Sedangkan Ayah, Ayah hanya berkali-kali menanyakan apakah abang Sawa benar-benar siap dengan pilihan yang ia buat, karena setelah ia maju tak akan bisa mundur lagi. Abang Sawa pun mejawab dengan mantap bahwa ia sudah benar-benar siap.

Dua hari setelahnya, kami sekeluarga mengunjungi rumah keluarga Adeeva. Kami datang untuk membicarakan kelanjutan hubungan Abang Sawa dengan Adeeva. Seharusnya aku tidak wajib ikut, namun Ibu memaksaku untuk ikut. Lebih tepatnya memaksa kami semua (kecuali Ayah dan abang Sawa) untuk ikut. Bahkan sejak pagi Ibu sudah mengomel dan meminta kami untuk segera bersiap.

Dan di sinilah aku, di ruang tamu kediaman keluarga Adeeva. Aku bosan mendengarkan kedua keluarga membicarakan rencana pertunangan abang Sawa dan Adeeva. Aku ingin keluar namun Ibu selalu menahanku. Pada akhirnya aku hanya mendengarkan pembicaraan mereka.

"Jadi kalianmau tunangan dulu bukannya langsung nikah?" tanya Om Naoki pada abang Sawa memastikan.

"Iya Om," jawab abang Sawa.

"Papa setuju kan?" tanya Adeeva pada Ayahnya.

Om Naoki terlihat berpikir. Aku tak tahu ia sedang benar-benar berpikir atau hanya pura-pura untuk menggoda abang Sawa.

"Pa, udah setujuin aja. Papa nggak usah sok mikir keras deh," tegur istri Om Naoki.

"Bunda ini, padahal Papa mau godain Sawa," protes Om Naoki.

"Papa~" Adeeva memprotes Ayahnya karena menggoda abang Sawa.

"Kak, jangan iseng gitu lah." Omi, salah satu Om Adeeva ikut menengur Om Naoki.

"Duh, maaf ya Sawa. Papanya Adeeva memang suka iseng," ucap Ibu Adeeva ramah.

"Ah, nggak apa Tante," jawab abang Sawa.

Kemudian mereka melanjutkan pembicaraan mengenai rencana acara pertunangan abang Sawa dan Adeeva.

"Bu, lepasin Rin dulu. Rin mau ke toilet," bisikku pada Ibu yang masih menahanku agar tidak berulah.

"Yaudah sana cepetan," jawab Ibu.

Aku pun menuju toilet setelah menanyakan letaknya pada pemilik rumah.

"Kenapa aku kejebak di sini sih? Mending aku iyain aja ajakan Taiki tadi siang," gumamku di toilet.

Siang tadi Taiki mengajakku pergi. Namun sayangnya aku harus menolaknya karena Ibu memaksaku harus ikut hadir dalam pertemuan dua keluarga ini. Padahal hadirnya diriku atau tidak, tidak akan berpengaruh.

Aku keluar dari toilet setelah menyelesaikan urusanku. Ketika aku keluar dari toiplet, aku hampir saja menabrak seseorang yang lewat di depan toilet.

"Woh!" kagetku.

"Eh, Rin, toh," ucap orang yang hampir aku tabrak.

Aku menengadah untuk melihat siapa yang hampir aku tabrak. Ternyata salah satu Om Adeeva. Om Iwata. Pemuda tampan yang menjadi incaran semua perempuan di dua kompleks yang berdekatan. Dan tentu saja juga menjadi incara Ibu-Ibu yang berharap menjadikannya menantu.

"Ah, Om Iwata," balasku. "Eh, perasaan tadi Om nggak ada deh. Kok tiba-tiba Om nongol?" tanyaku saat teringat jika dari tadi Om tampan ini tak kelihatan batang hidungnya.

"Iya, baru balik," jawabnya sambil menunjuk ke arah koper yang ada di sampingnya.

"Om Iwata habis dari mana?" tanyaku basa-basi.

Cerita AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang