29. Persiapan Ujian

25 4 0
                                    


"Meskipun semua orang beranggapan lo buruk, tapi gue tau lo adalah orang yang tulus yang pernah gue temui. Meskipun banyak rumor tentang lo, tapi gue percaya sama apa yang gue liat."

"Gak ada yang bisa merubah diri kita menjadi lebih baik selain diri kita sendiri. Gue harap mereka juga bisa melihat sisi baik lo," ( Alfin )


*****


Leya bersenandung ria di kamarnya, sesekali ia bercermin dan memperhatikan penampilannya. Sementara di depan pintu kamarnya, tampak Leo yang kebingungan untuk masuk atau tidak. Setelah merasa rapi, Leya menyandang tasnya dan bersiap pergi sekolah, namun ia terkejut saat melihat adiknya di sana

"Leo, ada apa?" tanya Leya.

"Umm, bukan apa-apa,'' jawab Leo gugup.

Leya mengangguk paham."Kalau begitu, gue berangkat dulu," pamit Leya.

"Tunggu!" panggil Leo.

"Ada apa?" tanya Leya.

"Terima kasih untuk kemarin," lanjutnya tanpa menatap Leya. Leya yang mendengar itu hanya tersenyum kecil, dan mengacak rambut Leo.

"Lain kali kalo ada apa-apa jangan sungkan bilang sama gue. Gue bakal selalu ada," ujar Leya.

"Hmm," balas Leo tersenyum.

Leya terkejut melihat senyuman Leo. Pasalnya, Leya tidak tahu kapan terakhir ia melihat senyuman itu. Namun secepat mungkin ia membalas senyuman Leo, akhirnya Leya dapat merasakan kembali kehangatan dari adiknya setelah sekian lama ia menyadari perubahan sang adik yang menjauh darinya.

*****


"Huaa, ujian sebentar lagi. Nilai gue belum ada perbaikan juga," rengek Leya.

Gadis itu menelungkupkan wajahnya di meja. Sebelumnya, Leya dipanggil oleh wali kelasnya untuk membahas nilainya yang jauh dari kata baik. Leya bahkan mendapat teguran dari gurunya bahwa ia tidak akan bisa naik kelas jika masih tidak ada perbaikan pada nilainya, membuat Leya merasa frustasi akan itu.

"Setres amat." Alfin memukul Leya pelan dengan bukunya.

"Sebelumnya nilai gue masih bisa dibantu, tapi karena banyak pelanggaran, gue jadi gak bisa apa-apa," curhat Leya.

"Alfin lo satu-satunya harapan gue," ujar Leya dramatis.

"Gak ada yang bisa membuat lo jadi lebih baik selain diri lo sendiri. Kalo lo mau keluar dari situasi ini, lo harus lebih giat lagi memperbaiki diri, lebih rajin lagi belajarnya," balas Alfin.

"Huaa, gue gak tau mau mulai dari mana. Catatan aja gak punya,"rengek Leya semakin frustasi.

Alfin hanya mendengus melihat Leya yang sudah menyerah terlebih dahulu sebelum berusaha. Tidak ingin membuat kekasihnya lebih stres, Alfin mengeluarkan semua buku yang sudah ia rangkum untuk Leya. Bahasa yang ia gunakan pun sudah ia ganti menjadi bahasa yang lebih mudah dimengerti Leya.

"Apaan ni?" tanya Leya saat Alfin memberikannya tumpukan buku.

"Katanya minta bantu. Ini gue udah rangkum semua pelajaran, bahkan dari yang paling dasar pun juga ada."

Leya melihat isi-isi buku tersebut. Namun bukannya mengurangi stres, malah membuat Leya semakin merengek karena tidak mengerti sama sekali. Alfin yang melihat itu hanya tersenyum kecil dengan tingkah laku Leya.

"Mulai sekarang, gue akan gunain semua waktu lo buat belajar. Dan gak ada yang namanya main-maian," ujar Alfin.

"Kok lo malah lebih serem daripada pak Dito sih."

"Mau dibantuin gak?"

Leya hanya mengangguk pasrah. Lagipula Leya juga sudah memantapkan hatinya untuk memperbaiki diri agar tidak mengecewakan kakek dan kedua orang tuanya lebih banyak ....

Selama satu minggu menjelang ujian kenaikan kelas tiba, selama itu pula Alfin membimbing Leya belajar dengan serius. Awalnya Leya selalu protes karena Alfin tidak memberi keringanan sedikit pun untuknya. Alfin akan terus mengecek tugas yang ia berikan kepada Leya dan terus memberinya tugas baru jika gadis itu sudah menyelesaikannya.

Bukannya Alfin tidak ingin memberinya keringanan, hanya saja nilai Leya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Jika gadis itu tidak ada perbaikan nilai sama sekali, ia tidak akan bisa naik kelas pada ujian nanti. Karena itulah Alfin membimbing Leya sedikit keras.

"Nanti jalan yuk," ajak Leya.

Mereka berdua sedang berada di taman sekolah, Alfin selalu mempunyai cara dan tempat untuk mengajar Leya agar tidak bosan.

"Lo belum ngerjain tugas, jadi gak ada yang namanya jalan-jalan," tolak Alfin. Ia tetap fokus membaca bukunya.

"Alfin mah gitu, sekali ni aja ya. Lagian tinggal satu kok yang belum gue kerjain," bujuk Leya.

"Ujian tinggal ngitung hari, lo harus belajar lebih giat lagi. Lo mau tinggal kelas gara nilai lo gak mencukupi standar," ujar Alfin tetap pada pendiriannya.

"Bodoh amat, siapa yang peduli sekarang!"

Leya meninggalkan Alfin di taman. Menurut Leya, Alfin sedikit keterlaluan memperlakukannya. Meskipun niat Alfin baik, Tetap saja Alfin tidak bisa mengaturnya seperti itu.

"Akhh" Leya meringis saat seseorang menabraknya.

"Ma-maaf kak," ujar seorang gadis yang menabrak Leya.

Leya dapat melihat ketakutan di wajah gadis itu, dan Leya sadar sekarang mereka sudah menjadi pusat perhatian.

"Tidak apa-apa. Lain kali hati-hati," jawab Leya membuat gadis itu ataupun yang lainnya terkejut.

Jika biasanya Leya akan membentak atau marah besar jika ada yang mengganggunya, kini Leya hanya berkata 'tidak apa-apa' membuat siapapun yang melihat itu tidak akan menyangka sama sekali. Memang belakangan ini sifat Leya tidak kasar seperti sebelumnya, Leya juga tidak pernah lagi bolos maupun telat saat di sekolah. Hal itu membuat mereka bertanya-tanya atas perubahan sikap Leya, meskipun begitu mereka tetap harus berjaga-jaga agar tidak membuat salah dengan Leya.

Leya sendiri pun juga merasa dirinya jauh lebih baik. Leya masih ingat perkataan Alfin lalu yang membuatnya termotivasi.

"Meskipun semua orang beranggapan lo buruk, tapi gue tau lo adalah orang yang tulus yang pernah gue temui. Meskipun banyak rumor tentang lo, tapi gue percaya sama apa yang gue liat."

"Jika mereka memandang dengan sebelah mata, maka mereka hanya akan melihat sebagian dari dunia. Namun jika memandang dengan kedua mata, maka kita akan melihat betapa luasnya dunia."

Begitu pula persepsi seseorang, kita tidak bisa melihatnya dari satu kemungkinan, karena akan ada banyak kemungkinan lain yang akan terjadi, sekalipun itu kemungkinan terkecil. Sama seperti gue yang awalnya hanya memikirkan segala keburukan lo hingga tidak menyadari kebaikan apa yang udah lo perbuat."

"Gak ada yang bisa merubah diri kita menjadi lebih baik selain diri kita sendiri. Gue harap mereka juga bisa melihat sisi baik lo," ujar Alfin.

Saat mendengar itu Leya merasa tersentuh. Leya tahu jika semua orang tidak menyukainya dan rumor buruk tentangnya. Leya tidak membantah rumor tersebut, karena pada awalnya ia memang tidak peduli dengan persepsi orang lain. Jika sahabat dan keluarganya tidak beranggapan seperti itu saja sudah cukup baginya, tetapi melihat Alfin yang begitu tulus mempercayainya membuat Leya merasa ia harus berubah.

Leya juga tidak ingin semakin memperkeruh keadaan dengan semua kelakuannya yang terkadang mencoreng nama baik keluarganya. Karena itu Leya bertekad untuk lebih mengontrol emosinya dan memperbaiki prilakunya. Semua ia lakukan demi kebaikan dirinya, serta orang-orang terdekatnya.

Melihat betapa takutnya seseorang ketika bermasalah dengannya membuat Leya sadar jika selama ini ia sudah berlaku kasar sehingga semua orang takut dan enggan dekat bersamanya.


Rumor LeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang