37. Pengakuan Laura

36 4 0
                                    


Alfin menggenggam tangan Leya erat, masih belum bisa menerima semua keputusan kekasihnya itu. begitupun dengan teman-temannya yang kini ikut menemani Leya menuju ruang kepala sekolah. Leya tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika ia tidak menyerahkan bukti itu, dan Leya tidak akan pernah menyesali keputusannya.

Leya perlahan melepaskan tangan Alfin dari genggamannya ketika mereka sudah sampai di depan ruang kepala sekolah. Leya mencoba tersenyum untuk meyakinkan Alfin dan teman-temannya bahwa ia baik-baik saja.

"Tenang aja, lagian gue cuma pindah sekolah bukan pergi jauh. Kita masih bisa sering ketemu, kok," ujar Leya meyakinkan mereka.

"Lo yakin? Masih belum terlambat kalo lo berubah pikiran," sahut Alfin.

"Gue yakin, dan gue gak akan menyesalinya," timpal Leya.

"Lo adalah orang terbaik yang pernah gue temui. Meski setelah apa yang mereka perbuat sama lo. Semoga mereka bisa melihat sisi baik lo," ujar Mira.

“Leya!” panggil Della.

Leya menoleh saat melihat orang tuanya, juga Wijaya kakeknya keluar dari ruang kepala sekolah. Leya menunduk tidak berani menatap keluarganya, mereka pasti sangat kecewa dan malu padanya terutama Wijaya sang kakek.

“Maafin Leya, Kek,” lirih Leya.

“Pasti berat bukan. Kau sudah melakukan yang terbaik,” ujar Wijaya mengelus kepala cucunya.

“Kami bangga pada mu, terimakasih sudah begitu perhatian dengan orang-orang sekitar mu. Tapi, lain kali cobalah untuk memperhatikan diri sendiri dengan baik, ya,” ujar Della.

“Maksud Mama?” tanya Leya tidak mengerti begitupun dengan yang lainnya.

Tak lama Laura juga keluar dari ruang kepala sekolah membuat Leya dan kawan-kawan penuh akan tanda tanya.

“Kak Laura,” guman Leya.

“Laura sudah mengakui semua perbuatannya, juga memberi tahu kami tentang kamu yang ingin bertanggung jawab atas kesalahan Laura,” jawab Andi. Leya menoleh kepada Laura saat itu juga.

“Tapi, Kak Laura-“
   
“Leya. Gue tau gue salah. Gak seharusnya gue ngelakuin itu semua ke lo. Kalo dipikir-pikir, gak seharusnya juga gue merasa cemburu dengan lo, karena gue jauh lebih baik dari lo, kan,” potong Laura. Mendengar itu, Leya hanya tertawa kecil.

“Benar. Kak Laura jauh lebih baik dari Leya,” balas Leya. Laura hanya tersenyum dan memeluk adiknya  erat.

“Gue minta maaf, ya. Selama ini gue salah nilai lo, gue juga gak pernah peduli atau perhatian sama lo selama ini. Gue kakak yang buruk,” isak Laura.
   
“Gak, kok. Kak Laura jangan pernah merasa begitu, karena bagi Leya Kak Laura adalah Kakak yang terbaik. Kak Laura ada di sisi Leya aja udah sangat cukup, jangan benci Leya ya Kak,” balas Leya.

“Gak akan pernah, lo tau kan gue sayang sama lo,” ujar Laura. Leya melepaskan pelukannya dan menghapus sisa air mata Laura.

“Terimakasih lo udah mikirin perasaan gue. Tapi lo gak perlu nanggung beban yang seharusnya gak lo tanggung,” sambung Laura.

“Abis itu, apa yang akan terjadi sama Kak Laura?” tanya Leya khawatir.

“Lo gak perlu khawatir, gue cuma di skor selama class meeting dan kembali lagi saat pembagian lapor. Lagi pula ini pelanggaran pertama yang gue lakuin, jadi gak akan sampai dikeluarin kayak lo,” jawab Laura. Leya hanya tertawa haru saat itu juga.

“Pa, Ma maafin Laura ya,” ujar Laura. Della memeluk Laura lembut.

“Mama paham, lain kali jangan diulangi, ya. Mungkin ini bisa jadi pelajaran buat kita semua, dn menjadikan hubungan kalian lebih erat lagi,” ujar Della.

Rumor LeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang