8. Alfin Yang Baik

42 5 0
                                    


Hari sudah mulai sore, semua siswa sudah kembali pulang ke rumah masing-masing. Alfin menghela nafas berat, seketika tubuhnya terasa sangat lelah ditambah perutnya yang lapar, pak Dito memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Guru tersebut benar-benar tidak membiarkan mereka keluar sedikitpun sebelum menyelesaikan hukuman.

Sementara Leya, jangan tanyakan gadis itu, Leya tidak membantu Alfin sedikitpun, tiap kali gadis itu menyapu dia akan terus mengeluh.

"Bagaimana jika ada tikus, tidak karena ini gudang, bagaimana jika ular yang keluar."  "Kardus ini sangat berat, kuku gue bisa patah." Dan bla bla bla lainnya, pada akhirnya Alfin harus mengerjakan semuanya sendirian.
    
Alfin mengambil tasnya, ia sudah menyelesaikan hukuman, kembali ia menatap Leya yang tertidur pulas sejak siang tadi di pojokan gudang .
    
"Ck, lo yang buat masalah, gue yang nyelesaiin. Sehari berada satu ruangan berdua dengan lo bikin jantung gue gak sehat karena takut. Yah takut, lo jauh lebih menyeramkan dari apa pun," guman Alfin.

Tanpa memperdulikan Leya ia keluar dari gudang dan segera pulang, tubuhnya sangat membutuhkan istirahat saat ini juga.
    
Sementara itu, Leya mengerjapkan matanya berkali-kali, badannya terasa kaku karena kelamaan tidur. Ia menatap ke seluruh ruangan. Gelap, itu lah yang Leya lihat, lalu ia teringat jika dia berada di gudang karena dihukum bersama Alfin.
    
Alfin
    
Leya mencari ke sana-sini dan tidak menemukan pria itu di manapun, hari sudah mulai malam dan Leya sadar bahwa dia sudah ditinggalkan sendirian di dalam gudang ini. Leya mencari tasnya untuk mengambil ponsel, sialnya lagi ia tidak dapat menghubungi siapa pun karena baterai ponselnya sudah habis.

Demi apapun Leya tidak takut jika berhadapan dengan sepuluh preman bertubuh kekar, ia tidak takut jika harus melawan penjahat yang menggunakan senjata tajam, ia tidak pernah takut dengan apapun itu selagi yang dia hadapi makhluk hidup tapi Leya tidak bohong, dia menjadi lemah jika itu berhubungan dengan sesuatu yang mistis ataupun horor.
    
Dengan terburu-buru Leya berlari keluar dari gudang itu, tubuhnya semakin merinding saat melihat koridor sekolah begitu sepi, membuat Leya benar-benar sendirian di malam menakutkan ini. Seketika berbagai macam pikiran buruk menghampirinya, tanpa membuang waktu lagi Leya terus berlari.

Tujuannya hanya satu, yaitu sampai di gerbang dan keluar dari sana sekarang juga. Namun Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padanya, pada tangga ke tiga akhir kakinya tersandung hingga ia terjatuh, Leya meringis sakit saat darah segar keluar dari luka di lututnya, menambahkan kesan horor pada malam sepi itu.
    
Dengan tertatih ia bangkit dan terus berjalan, menguatkan hatinya yang sedang dilanda gelisah. Ingatkan Leya untuk membalas Alfin yang telah meninggalkannya sendirian, Leya bernapas lega saat tiba di gerbang, setidaknya ia dapat melihat cahaya yang lebih terang dibandingkan berada di dalam, namun kesialan memang terjadi padanya hari ini.

Gerbang sekolah sudah ditutup dan Leya tidak menemukan penjaga sekolah di sana, Leya hanya terduduk lesu di samping pos sambil menahan perih dan dinginnya malam. Di saat saat terpuruk seperti ini, Leya hanya teringat dengan kedua temannya, andai saja ponselnya tidak mati, bisa dipastikan kedua temannya itu akan datang untuk menolongnya. Lama ia larut dalam pikirannya sendiri, tiba-tiba Leya dikejutkan dengan sebuah jaket yang terlempar ke tubuhnya.
    
"Miris bangat gue liat lo," ucap seseorang, Leya mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang memberikannya jaket.
    
"Lo, ngapain lo ke sini!" bentak Leya saat tau Alfin lah yang memberikan jaket.
    
''Gue enggak sengaja lewat, dan ngeliat cewek di sini. Untuk memastikan kalo lo bukan hantu, jadi gue samperin dan ternyata lo," jawab Alfin.
    
"Enak aja lo bilangin gue hantu," balas Leya tak terima.
    
"Lagian lo ngapain sih masih di sini malam-malam?" tanya Alfin.
    
"Lo masih nanya, jelas-jelas ini salah lo, kenapa lo gak bangunin gue. Lo gak tau seberapa takutnya gue di dalam sendirian, bagaimana kalo ada hantu, terus gue diculik, kan gak lucu," ungkap Leya mengeluarkan seluruh unek-uneknya sedari tadi.
     
"Mana ada hantu mau nyulik lo, yang ada mereka langsung lari ketakutan saat liat lo pertama kali.” Alfin terkekeh saat membayangkan hal tersebut, namun ia terdiam saat melihat gadis itu menangis.
    
"L-lo kenapa nangis, jangan-jangan lo kerasukan lagi," ucap Alfin, namun bukannya menjawab Leya malah semakin terisak dibuatnya.
    
"Huaaa ... haaa, lo tega banget sih. Gue tu benar-benar takut, gue sendirian di dalam, semuanya gelap, ponsel gue mati, pintu gerbang udah ditutup, gue sial banget hari ini," ucap Leya disela tangisannya. Alfin bingung harus bagaimana, ia tau candaannya sedikit kelewatan.
    
"Udah diam, gue anterin lo pulang," bujuk Alfin, dan itu sukses menghentikan tangisan Leya.
    
"Caranya?" tanya Leya.
    
"Ya manjat lah, motor gue ada di depan," jawab Alfin.
    
"Kalo gue bisa manjat, gue udah pulang dari tadi."
    
''Lo kan jagonya urusan manjat.''
    
"Iya, tapi kaki gue lagi luka," ucap Leya menunjukan lututnya, Alfin terkejut saat melihat luka Leya, ia tidak menyadari itu sama sekali.
    
"Kenapa bisa luka?" tanya Alfin.
    
"Jatoh di tangga," jawab Leya.
    
" Gue bantuin." Alfin memapah Leya untuk berjalan, lalu ia berjongkok di dekat gerbang untuk memudahkan gadis itu memanjat.
    
"Cepat naik!" Leya mengangguk paham. Ia segara naik ke tubuh Alfin. Dengan menahan perih di kakinya, Leya sudah berada di atas tembok, kemudian Alfin memanjat tembok tersebut dan turun terlebih dulu untuk mempermudah Leya turun.

Rumor LeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang