3. permintaan

799 49 0
                                    

Chandra baru saja kembali setelah dua minggu tidak pulang ke rumah karena urusan kerja di luar. Jelas sekali kepala keluarga itu merindukan rumah terutama buah hatinya yang ia tinggalkan begitu saja. Tuntutan pekerjaan Chandra begitu banyak, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan dari pada keluarganya.

"Abis dari mana?" tanya Chandra begitu mendapati seseorang yang baru juga sampai di rumah.

Tidak ada jawaban.

"Ayah tanya kamu dari mana?" Chandra berujar tegas kali ini.

"Ada tugas."

"Tugas apa sampai larut malam gini? Kamu jangan bohong, ayah enggak pernah ajarin kamu bohong! Jangan mentang-mentang ayah enggak di rumah, kamu jadi seenaknya aja. Kamu punya adek yang harus diperhatiin."

"Mereka udah besar ayah! Bukan anak kecil lagi. Aku juga udah besar, aku punya hidupku sendiri, ayah enggak usah atur atau larang aku! Aku bukan anak kecil, aku bukan anak perempuan yang harus diatur kayak gitu!" bukannya meminta maaf, Jiano malah membalas ucapan ayahnya sesuai dengan yang ia pikir benar.

"Jian!"

Tidak menggubris, Jiano meninggalkan ayahnya. Ayolah mereka berdua bahkan belum masuk ke rumah, masih berada di depan rumah dan keributan sudah terjadi.

Chandra menggeleng. Baru saja dia kembali setelah tidak pulang dua minggu, yang pertama kali terjadi justru pertengkarannya dengan salah satu putranya. Jujur saja Chandra merasa lelah. Pertengkaran ini membuatnya merasa bersalah pada Jiano. Chandra berpikir ia lelah dan malah menjadikan putranya pelampiasan dengan emosinya, Chandra benar-benar menyesal. "Maafin ayah."

Tanpa sadar ada satu sosok lagi yang baru pulang. Dia menyaksikan pertengkaran ayah dan anak itu, tapi tidak berniat untuk ikut campur. Membiarkan Chandra berlalu dan masuk ke kamarnya di lantai satu, barulah ia memasuki rumah. Jika Chandra menyadari dirinya yang juga baru pulang, mungkin itu akan membuat ayahnya semakin jengkel dan bukannya tenang bisa beristirahat sampai di rumah, Chandra akan dibuat naik darah.

Melihat perdebatan itu bukanlah hal asing baginya, ia sudah sering melihatnya.

***

"Kamu udah pulang?" saat memasuki dapur, Chandra melihat adiknya tengah meminum segelas air.

"Ya, kemarin siang. Kakak kapan pulang?"

"Malam tadi."

Martin adalah adik Chandra, mereka saudara kandung. Martin juga tinggal di rumah yang sama dan Martin banyak membantunya merawat anak-anaknya sejak mereka masih kecil dan sekarang sudah menjadi remaja dan dewasa.

"Ayah?" suara itu terdengar terkejut.

"Halo, Dek, selamat pagi."

"Pagi. Ayah kapan pulang?"

"Tadi malam. Duduklah."

Sandy mengangguk dan segera duduk di bangku, duduk di samping ayahnya.

"Anak pintar, ayah rindu sekali denganmu."

Sandy mengangguk lagi. "Gimana di sana? Apa sudah selesai?"

"Semua selesai dengan baik."

"Ayah bagaimana?"

Chandra tersenyum mendengarnya, ia tahu maksudnya si bungsu menanyanakan kabarnya. Selalu seperti itu ketika si bungsu bertanya, jadi ia sudah paham. "Ayah baik seperti yang kamu lihat. Adek baik juga kan sama kakak-kakakmu?"

Lagi, Sandy mengangguk.

"Sarapanmu, tunggu yang lain dulu ya?" Chandra memberikan roti yang sudah ia olesi peanut butter kesukaan Sandy.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang