37. ayah

349 19 11
                                    

Setelah kepergian Rania, Chandra tidak pernah mau peduli pada apapun. Ucapan Martin tentang putranya tidak digubris sama sekali. Ia hidup dengan jiwa yang mati. Rania seolah membawa jiwa Chandra bersamanya.

Martin dengan usahanya sendiri untuk selalu menenangkan Bintang dan Jiano. Memberi banyak waktu untuk bisa berada di samping mereka. Jangan pikir itu mudah untuk Martin, itu benar-benar terasa berat. Tapi jika bukan Martin, siapa lagi yang mau peduli pada dua anak itu. Martin tidak akan tega membiarkan kedua ponakan kesayangannya begitu saja.

Jiano, anak itu yang paling sulit untuk tenang jika sudah rewel dan mencari ibunya. Martin hanya bisa membujuk dan berusaha menenangkannya, walau usahanya lebih banyak sia-sia. Akhirnya Jiano akan tidur setelah Martin menggendongnya dan mengusap punggung kecil itu. Dari pada Jiano, Bintang lebih bisa mengerti. Bintang sudah bisa lebih memahami dari pada Jiano yang hanya tahu menangis.

Soal anak-anak Chandra yang baru lahir. Karena keadaan, mereka harus mendapat perawatan lebih di rumah sakit. Sesekali Martin akan datang untuk mengetahui keadaan ketiga ponakannya itu. Jangan tanyakan Chandra, pada Bintang dan Jiano saja ia tidak mau peduli, apalagi dengan ketiga anak yang baru lahir itu.

Untunglah Martin yang mau mengalah dan bersabar akan sikap kakaknya yang ia pikir kekanakan. Di mata Martin Chandra adalah sosok yang dewasa dan dia adalah panutannya. Tapi sejak kepergian istrinya, Chandra berubah. Martin bahkan tidak lagi mengenal kakaknya itu. Di sisi lain Martin tidak bisa menyalahkan Chandra, karena takdir yang kakaknya terima itu sangat berat.

Martin sedang kerja saat mendapat panggilan darurat. Pihak rumah sakit menghubunginya atas kabar yang menimpa salah satu ponakannya. Dia Sandy, si bungsu kritis dan keadaannya memburuk. Tanpa pikir panjang ia segera ke rumah sakit untuk melihat ponakannya itu. Perjalanannya disertai detak jantung yang memacu kencang karena rasa khawatir.

Dokter juga mengatakan tidak ada harapan untuk anak itu bertahan. Ia sampai harus menggunakan alat penunjang hidup sejak ia lahir. Sandy terkena masalah pada paru-parunya. Dari tiga anak Chandra, hanya Sandy yang mengalami hal paling buruk. Kedua kakanya bisa dikatakan lebih stabil dan kian membaik seiring berjalannya waktu.

Martin yang tidak tahu harus berbuat apa itu pun memilih untuk menghubungi kakaknya. Jujur Martin ketakutan, ia tidak bisa sendirian dihadapai hal seperti itu. Juga Sandy itu putra kakaknya, bukan hal aneh jika Martin ingin kakaknya yang bertindak. Ayah itu harus tahu keadaan salah satu putranya.

Untuk meminta Chandra datang ke rumah sakit saja Martin harus berusaha keras. Membuat kakaknya itu mengerti dan mendengarkan dirinya.

"Tolong datang, Kak. Aku enggak tau harus apa, kakak ayahnya. Dia butuh kakak, cuma kakak. Apa kakak mau dia temui ibunya? Datang sebelum semua terlambat dan itu buat kakak semakin hancur."

Chandra datang.

"Kak, tolong lihat dia. Lihat dia seenggaknya satu kali saat dia masih bernapas. Sejak dia lahir bahkan kakak enggak pernah lihat dia kan? Lihat dia sebelum semuanya terlambat, setidaknya kakak pernah lihat dia saat dia masih ada," Martin terlihat sangat frustasi hanya untuk meminta pada kakanya, ditambah perkataan dokter yang tidak bisa membuatnya tenang.

Jika Chandra seperti ayah pada umumnya, ia akan marah pada adiknya itu. Martin berkata seperti itu seolah mengatakan anaknya akan pergi untuk selamanya, akan mati dalam waktu dekat. Tapi Chandra malah mematung, entah apa yang ada dipikirannya.

"Kak, tolong sapa dia, sebagai ayahnya, seenggaknya satu kali. Dia ada, Kak. Dia bagian dari kakak."

Chandra akhirnya memilih untuk menemui putranya di sebuah ruangan NICU. Memasuki ruangan khusus yang mengaharuskannya memakai pakaian steril. untunglah ia diberi izin untuk masuk ke ruang itu.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang