42. membaik?

325 24 12
                                    

Hari ini Martin yang mengantar dua ponakannya ke sekolah. Sandy masih belum bisa pergi ke sekolah, ayahnya yang akan menjaganya hari ini. Sejak tadi malam Chandra tidak beranjak dari kamarnya, setia di samping si bungsu. Pagi ini juga tidak keluar sekedar menyiapkan sarapan untuk putranya yang lain seperti biasanya.

"Jeremy mau bareng?" Martin bertanya.

"Jeremy sama aku, Om," Jiano lebih dulu menjawab pertanyaan sang paman, meski yang ditanyakan adalah Jeremy.

Martin mengangguk, "Kalian hati-hati di jalan. Ayo Fandy, Han."

Martin menggunakan mobilnya untuk mengantar kedua ponakannya. Setelah ini ia langsung pergi bekerja, karena ia akhir-akhir ini sering meninggalkan pekerjaannya dan hanya memantau saja. Apalagi beberapa waktu yang lalu ia melakukan operasi dan harus istirahat total setelahnya. Sekarang Martin sudah lebih baik setelah istirahat total di rumah.

Baru akan keluar dari gerbang rumahnya, Martin mendapat panggilan. Ternyata dari Jiano yang menyuruhnya untuk menunggu. Tidak butuh waktu lama untuk Jiano dan Jeremy sampai, karena memang posisi Martin yang masih di area rumahnya.

"Kenapa?" tanya Martin yang membuka kaca.

"Motor bannya bocor, bareng ya?"

"Masuk aja."

Jiano membuka pintu mobil di belakang Martin, membuat Fandy bergeser karena ia duduk di tengah. Jiano menyuruh Jeremy agar masuk lebih dulu, barulah ia yang masuk. Jeremy berada di antara Fandy dan Jiano, membuatnya agak canggung.

Tidak ada yang berbicara selama di perjalanan menuju sekolah. Menjadikan suasana terasa sangat sepi dan hening.

"Nanti tunggu om jemput, jangan lupa makan siangnya."

"Iya, Om, aku masuk," ujar Handy.

"Makasih, Om," ujar Jiano.

Keempatnya mulai memasuki area sekolah. Jiano dan Jeremy berjalan lebih dulu meninggalkan Handy dan Fandy.

"Kayaknya Jemy ada latihan nanti sore," ujar Jeremy.

"Kalo ada latihan, ntar kakak tungguin pulangnya."

"Tapi belum pasti. Kalo ada Kak Sandy, pasti kita latihan. Udah lama Jemy enggak dateng latihan. Kira-kira Kak Sandy lama gak sembuhnya, Kak?"

"Kak Jian juga enggak tau, Dek."

"Jemy harap Kak Sandy cepet sembuh dan balik lagi ke sekolah. Aku enggak berani latihan sendiri. Pelatihnya baik sama Kak Sandy aja, mungkin karena udah kenal lama."

"Pelatih emang suka gitu, Dek. Pasti ada anak emas yang jadi kebanggaan pelatih. Kakak enggak naif, itu sering terjadi."

"Di futsal kakak juga gitu?"

"Iya, pasti ada satu orang yang jadi andalan coach."

"Siapa?"

"Temen-temen bilang sih Kak Jian, ya walau kakak enggak ngerasa. Tapi emang coach suka andalin kakak apalagi kalo ada pertandingan."

Jeremy menertawakan Jiano setelah mendengar ucapannya, bermaksud menggodanya.

"Kenapa ketawa?"

"Enggak."

"Ngeledek kamu ya?"

"Enggak, hahaha!"

Jiano menarik kencang dasi yang dipakai Jeremy sebagai balasan sudah menertawai dirinya. Membuat simpulan dasi yang Jeremy pakai mengencang dan itu akan sulit untuk dibuka nantinya.

"Kak Jian!" Jeremy membalas perlakuan Jiano tak kalah kencang. Tenang saja, dasi itu ditarik tidak mencekik pemiliknya, hanya akan membuat simpulannya sulit dibuka. Jeremy berlari meninggalkan Jiano karena ia sadar sudah memulai keributan dengan kakaknya itu.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang