11. luka

509 30 10
                                    

"Adek minum obat ya?"

Sandy masih setia menggeleng. Membuat Chandra menghela napas. Sudah sejak tadi ia membujuk putranya agar mau minum obat, tapi Sandy kekeh menolak. Keadaan Sandy tidak juga membaik, berbeda dengan Fandy yang sudah kembali sehat.

"Kapan sembuhnya kalo enggak mau minum obat. Minum obat ya, Nak?"

"Enggak! Ayah capek?"

"Ayah enggak capek, tapi ayah khawatir adek enggak sembuh-sembuh gini. Emang adek suka?"

Sandy menggeleng lagi.

Chandra tidak tega pada Sandy yang tidak kunjung sembuh. Ia juga tidak ingin memaksa kehendaknya pada sang putra. Chandra setiap mengusap punggung Sandy yang tidur menelungkup, ia baru saja memijatnya beberapa menit yang lalu. Jika sudah sakit, Sandy akan merasakan semua sakit di tubuhnya, kaki tangannya, punggungnya, sendi-sendinya, itu akan terasa sakit, Chandra akan memijatnya saat anak itu merengek tidak enak pada tubuhnya.

"Balik ke depan tidurnya, nanti sesak," perintah Chandra karena sudah lama Sandy menelungkup seperti itu. Biasanya anak itu malah tidur duduk dengan menyandar pada sang ayah agar ayahnya bisa memijat punggungnya.

Fandy tidak perlu minum obat untuk sembuh, ia bisa sembuh sendiri karena penyebabnya demam adalah kepalanya yang terantuk kuat. Berbeda dengan Sandy yang memang sakit karena ia tidak menjaga tubuhnya dengan baik.

Hari sudah larut malam, tapi Chandra belum bisa tidur karena si bungsu yang mengeluh tubuhnya tidak nyaman. Di kamar itu hanya ada mereka berdua. Fandy sudah baikan dan ia memilih tidur di kamarnya sendiri karena tidak mau mengganggu sang adik.

Sejak anak-anaknya kecil, saat mereka sakit ya Chandra lah yang turun tangan. Memang selain Chandra siapa lagi yang bisa diandalkan? Ia mengurus anak-anaknya sendirian. Dan ketika anaknya itu sakit, hanya kepada Chandralah mereka merengek dan mengeluh atas semua yang mereka rasakan.

***

Seperti biasanya, larut malam Bintang baru pulang. Setelah kelasnya hari ini selesai, ia pergi bersama kekasihnya dan menghabiskan waktu sampai malam untuk berkencan. Jelas semua itu ajakan sang kekasih. Jika tidak diminta pergi, Bintang tidak akan pergi apalagi pagi tadi pamannya mengatakan adiknya sakit. Siapa yang sakit? Dan seperti apa keadaannya saat ini? itulah yang dari tadi ada di benaknya.

Ketika ia melangkah ke dapur untuk mengambil minum, salah seorang adiknya ada di sana sedang bermain games di ponsel dengan segelas susu yang tersisa setengah. Dia tidak mengalihkannya saat ada yang datang dan duduk di sampingnya.

"Kamu sakit?"

Fandy seketika menoleh dan mengabaikan ponselnya saat tahu siapa yang datang dari suara yang ia dengar. "Udah enggak."

Bintang mengangguk.

"Adek yang sakit."

Bintang tidak menanggapi ucapan sang adik, ia meminum segelas air yang ia ambil tadi. Setelah selesai ia beranjak. "Jangan begadang kalo enggak mau sakit," ujarnya.

"Kak."

"Hm?"

"Sandy sakit, enggak mau dilihat?"

"Udah ada ayah kan?"

Tahu maksud dari sang kakak, Fandy tidak lagi membalas ucapannya. Membiarkan kakak pertamanya itu meninggalkan ruang makan.

Fandy tidak pernah tahu kenapa kedua kakaknya bersikap seperti itu. Yang Fandy tahu, sejak mereka kecil tidak pernah dekat. Meski sesekali Bintang itu baik pada Fandy. Mereka itu seolah bukan anggota keluarga, tidak pernah berada di rumah dan menghabiskan seharian di luar rumah. Mungkin bagi mereka rumah hanya untuk tempat mereka tidur.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang