32. pulang

287 24 12
                                    

Satu lagiiii

SELAMAT MEMBACA

---

"Sekarang Jeremy istirahat. Kamu baru keluar rumah sakit, harus banyak istirahat supaya cepat pulih. Jiano, kamu bisa antar Jeremy ke kamar tamu."

Jiano menoleh pada adiknya dengan tatapan bertanya.

"Aku sama Kak Jian aja," ujarnya.

Tepat sekali dengan pertanyaan yang Jiano ajukan melalui tatapannya. Ia pun membawa Jeremy ke kamarnya untuk beristirahat. Awalnya ia akan pergi ke apartemen mereka untuk membawa barang-barang yang tertinggal di sana, tapi Chandra menyarankan untuk istirahat saja karena Jeremy baru kembali dari rumah sakit.

Jiano memberikan pakaiannya pada Jeremy agar anak itu mengganti pakaiannya. Menunggu Jeremy, Jiano merebahkan tubuhnya di atas kasur yang terasa dingin. Ah sudah lama sekali ia tidak tidur di kasur nyamannya ini. Sampai ia merasakan kantuk karena terlalu nyamannya. Di apartemen, kasurnya tidak senyaman kasur di kamar Jiano, jelas berbeda. Semua fasilitas di rumah Jiano itu memadai dan dengan kualitas yang baik. Kamarnya adalah tempat terbaik menurutnya.

"Sini tidur, Dek," Jiano menepuk kasur di sebelahnya menyuruh Jeremy untuk tidur. Tapi anak itu hanya duduk karena merasa asing. Akhirnya dengan inisiatif Jiano menarik tangan Jeremy agar berbaring di sebelahnya. "Punya kakak punya kamu juga, Dek. Dan kamar ini sekarang kamar Jemy juga, Jemy bebas mau ngapain aja di sini."

"Kak, ayah Kak Jian baik ya?"

Jiano tidak menjawab. Benar yang dikatakan Jeremy, tapi Jiano tidak pernah mengakui itu. Jeremy yang baru bertemu saja bisa menilai bahwa Chandra orang yang baik, berbeda dengan Jiano yang sudah sejak lahir bersama sang ayah, harusnya ia lebih tahu. Jika diingat kembali, memang tidak ada sekalipun Chandra menunjukkan bahwa ia bukan ayah yang baik, justru ia selalu menunjukkan bahwa ia adalah ayah yang baik, Jiano saja terlalu buta untuk melihat dan mengakuinya.

"Kakak enggak dekat sama ayah kakak ya?"

"Enggak, kayak yang kamu dengar tadi, kakak bukan anak yang baik. Dengerin ayah ngomong aja kakak enggak pernah, selalu ngebantah."

"Jangan lakuin itu lagi, Kak. Jemy enggak punya ayah, Kak Jian lebih beruntung dari pada Jemy. Jemy juga mau rasain punya ayah sampai diperhatiin kayak Kak Jian gitu."

Jiano mengangguk membenarkan. Benar, Jiano masih memiliki satu orang tua, tidak seperti Jeremy yang tidak memiliki orang tua. Jiano sempat merasakan kasih sayang ibunya meski hanya sebentar. Jeremy sama sekali tidak pernah bertemu dengan orang tuanya, sejauh memori yang bisa ia ingat, tidak ada rekaman tentang orang tuanya sedikit pun.

Jeremy tahu bahwa Jiano hanya memiliki ayah. Dulu Jiano pernah mengatakan sekali saja tentang keluarganya, itu pun hanya tentang ibunya yang sudah tidak ada dan ia hanya memiliki satu orang tua, ayahnya.

"Kamu emang enggak ada orang tua, Dek. Tapi kamu ada kakak. Kak Jian akan selalu ada sama kamu," Jiano mengusak rambut Jeremy yang ada di sampingnya.

"Kak, Kak Sandy dan yang lainnya itu adiknya Kak Jian?"

Jiano mengangguk sebagai jawaban.

"Kakak kenapa enggak bilang? Jemy juga enggak pernah lihat Kak Jian bareng mereka."

"Kakak enggak deket sama mereka. Enggak ada satupun orang di rumah ini yang dekat sama Kakak. Kakak deketnya cuma sama kamu," dan temen-temen gengnya yang tidak Jeremy ketahui.

"Padahal aku sering cerita tentang Kak Sandy ke Kak Jian. Masa iya Kak Jian enggak kenal sama adik kakak sendiri."

"Kak Jian emang enggak pernah dekat sama mereka, Dek. Ngomong aja enggak pernah. Kan Kak Jian, kakaknya kamu, bener kan?"

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang