special part III

352 23 8
                                    


Usai makan siang di luar, mereka tidak langsung pulang. Atas saran anak-anak, akhirnya mereka pergi untuk menikmati waktu liburan mereka.

Dua mobil yang disewa itu baru saja terparkir rapi di sebuah area parkiran yang agak berjarak dari bibir pantai. Mobil berwarna putih dikendarai oleh Martin, di sampingnya ada Chandra dan dua orang di belakang adalah Jeremy dan Jiano. Sementara mobil warna hitam dikendarai oleh Bintang, Sandy di sampingnya, sementara Handy dan Fandy di belakang. Chandra dan Bintang bertukar tempat, saat baru datang kemarin Chandra yang bersama si kembar tiga, kali ini Bintang yang mengajukan diri untuk mengemudi. Sandy juga tidak bisa ikut dengan ayahnya, karena Chandra yang mengatakan untuk tetap bersama saudaranya yang lain, hanya dia yang akan berpindah.

Bintang yang mencari tempat wisata. Ia menemukan wisata air dan mereka sepakat untuk pergi ke sana.

"Adek jaga diri ya," Chandra mengingatkan putranya yang saat ia tengah memakai pelampung keamanan.

"Iya, Yah."

"Adek! Ayo cepet!" Fandy yang sudah berada di pinggir pantai itu berteriak memanggil adiknya.

"Duluan aja! Gue sama ayah!" Sandy balas berteriak.

"Sana sama mereka aja, ayah nanti."

"Enggak."

"Itu udah ditunggu kakak-kakak, sana duluan."

"Tapi, Yah—"

Chandra membalik tubuh putranya mendorong anak itu ke tepi pantai, tempat saudaranya yang lain menunggu. Ada Fandy, Bintang, dan Handy yang sudah menunggu di depan banana boat yang akan mereka naiki.

"Silakan pangeran ayah naik."

"Ayah."

"Enggak apa-apa, duluan sana," Chandra tersenyum menatap putranya yang sepertinya tidak ingin pisah dengannya.

"Ayo, ayah terus lo. Udah gede juga, bukan anak lima tahun lagi!" Fandy menarik tangan adiknya untuk mendekat ke balon air berbentuk pisang itu.

Banana boat itu biasanya ditumpangi lima orang. Ya, banana boat berukuran lebih kecil, jadi mereka tidak bisa naik semua disana. Hanya ada tiga tali pegangan, yang berarti tidak semua bisa berpegangan.

"Gue di depan!" Sandy meminta pada Fandy yang sudah duduk di barisan terdepan.

"Belakang gue aja, sini ntar peluk gue," ujar Fandy.

"Enggak!"

"Yaelah, Dek."

"Kenapa? Lo takut kan enggak ada pegangan?"

"Emang lo berani?"

"Enggak, makanya gue mau di depan! Sana lo!"

"Ntar kalo lo di depan, ada apa-apa mati duluan mau?"

Setelah mengatakan itu, Fandy mendapat pukulan di kepala belakangnya dari Handy yang duduk di tengah.

"Yaudah sini tuker sama Kak Abin," Bintang melerai pertikaian tak bermutu itu.

"Enggak!" Fandy dan Sandy menjawab serempak.

"Kenapa? Ini ada pegangannya."

"Enggak maulah, Kak. Di belakang lebih serem," ujar Handy. Dan apa yang Handy katakan adalah pikiran mereka bertiga. Saat seperti inilah mereka bisa dikatakan kembar sungguhan. Sama-sama penakut dan berpola pikir sama.

"Ya terus gimana?" tanya Bintang yang mulai jengah.

"Sandy di tengah aja, Dek. Kan bisa pegangan sama Handy atau Fandy."

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang