17. pertujukkan teater

271 17 10
                                    

Hari ini Bintang tersisa satu kelas lagi dan waktunya cukup lama. Ia memilih untuk tidak pulang, melainkan pergi dengan kekasihnya.

"Kemarin temenku sama cowoknya ke sini. Katanya di sini recommended banget, jadi aku pikir harus ajak kamu ke sini. Siapa tahu kamu suka kan."

"Makasih ya udah ngertiin aku," Bintang berujar tulus. Tidak salah ia memilih Steffie sebagai kekasihnya. Karena selain gadis itu banyak maunya dan harus diikuti, ada juga sisi lainnya yang membuat Bintang merasa dihargai. Seperti saat ini ketika gadis itu mengajaknya ke tempat yang sesuai dengan dirinya. Di mata Bintang, Steffie yang seperti ini sangat manis dan ia semakin sayang padanya.

"Temenku bilang, di sini juga ada produksinya dan udah ekspor. Jadi aku yakin enggak akan salah pilih tempat," ujar Steffie lagi.

"Steffie-ku emang yang terbaik," dengan gemas Bintang mengusak rambut halus gadis cantik yang berstatus kekasihnya sejak lebih dari lima tahun yang lalu. "Sebentar, aku ke toilet dulu ya?"

"Oke."

Bintang beranjak dari tempatnya untuk pergi ke toilet atas panggilan alam yang ia rasakan.

"Om Martin?" Bintang tidak sengaja berpapasan dengan adik dari ayahnya yang tidak pernah ia lihat belakangan ini.

"Bintang? Kamu sama siapa?"

"Temen."

Bintang terpaksa mengikuti Martin yang memintanya ikut. Tidak tahu apa yang akan dibicarakan Martin padanya. Ia terheran karena pamannya mengajaknya memasuki kantor, ia tidak tahu sama sekali hubungan pamannya dengan Maha Coffee, tempat yang ia datangi bersama kekasihnya, kenapa bisa pamannya ini masuk ke ruangan privasi bahkan ia tahu kode ruangannya.

"Ada apa?" tanya Bintang memulai pembicaraan. Ia tidak bisa lama karena kekasihnya menunggu di luar sana.

"Om titip sesuatu sama kamu. Cuma sama kamu om bisa percaya."

"Apa?"

"Handy. Coba kamu perhatiin dia. Om selalunya perhatiin dia. Tapi om enggak bisa pulang sekarang, jadi enggak bisa perhatiin dia lagi."

"Alasan om suruh aku?"

"Kamu mungkin akan tahu jawabannya, bisa jadi juga enggak. Om harap adikmu itu baik-baik aja. Tolong perhatiin dia. Kamu kakaknya, cuma sama kamu om bisa minta. Kamu tahu kan ayahmu itu gimana, kemungkinan besar dia enggak akan tahu apa yang terjadi."

"Jangan berbelit-belit om! Cukup kasih tahu aja!"

"Maaf tapi om enggak bisa bilang itu sekarang. Kalo om dapet kabar dia baik, om bakal cerita sama kamu. Kalo enggak ada kabar baik, berarti kamu bakal tau sendiri. Tolong sekali ini aja, Bin."

Menghela napas. Berat sekali permintaan pamannya ini. Apa ia harus mengiyakan permintaan sang paman?

"Sekali ini aja om minta sama kamu."

"Lagian Handy juga enggak pernah kelihatan lagi. Dia selalu pergi sekolah lebih awal, enggak pernah ikut sarapan. Gimana aku mau perhatiin dia."

"Itu berarti ada sesuatu yang terjadi sama dia. Coba ajak dia ngomong, Bin. Om bener-bener enggak bisa lakuin itu, di sisi lain om khawatir sama dia."

"Om aja yang pulang. Aku pikir itu karena om enggak ada di rumah, dia jadi berubah," meski tidak dekat dengan saudaranya, Bintang tahu siapa yang dekat dengan siapa. Seperti Handy yang lebih dekat dengan pamannya, Sandy yang dekat sekali dengan ayah mereka. Bintang tahu itu sejak mereka masih kecil, sudah terlihat jelas sekali.

"Justru karena itu. Karena om enggak pernah ada di rumah dan perhatiin dia, om juga pergi gitu aja enggak ada bilang sama dia. Om jadi takut."

"Pulang om."

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang