26. serangan malam hari

463 24 11
                                    

SELAMAT MEMBACA.

---

Bintang mendapat panggilan dari ayahnya yang mengharuskan ia pulang segera. Padahal saat itu ia baru membeli kartu untuk bermain dengan adiknya. Chandra tidak mengatakan apapun alasannya, hanya menyuruh agar Bintang segera tiba di rumah.

Terpaksa Bintang mengajak Fandy yang sudah senang karena mereka akan bermain. Ia tidak memiliki pilihan lain jika ayahnya sudah mengatakan seperti itu. Bintang menjajikan untuk mengganti hari.

Ternyata hujan mengguyur ketika mereka keluar dari area parkir basement. Hujannya sangat deras membuat Fandy merasa kedinginan.

"Kak, AC-nya dimatiin aja," pinta anak itu.

Sekilas Bintang menoleh pada adiknya. Ia baru sadar sejak tadi adiknya tidak menggunakan jaket atau pakaian panjang untuk menghangatkan dirinya, padahal sejak pagi tadi udara cukup dingin dengan hujan yang tidak hentinya. Bintang pun mematikan seluruh pendingin di dalam mobilnya. Begitu lampu merah, ia melepas jaket bomber miliknya dan menyuruh adiknya untuk menggunakan itu.

"Kenapa enggak pakai jaket? Kan dari pagi udah mendung."

"Lupa."

"Jas sekolah kamu mana?"

"Enggak dibawa."

"Ck, lain kali kalo pergi dibawa aja. Jas sekolah juga kenapa ditinggal, harusnya dibawa aja!" tanpa sadar Bintang memarahi adiknya, tapi secara tidak langsung ia mengkhawatirkan sang adik.

Fandy suka tidak tahu diri memang, dia anak yang memiliki banyak sensitif, salah satunya terhadap perubahan suhu. Ia tidak bisa terlalu panas dan tidak bisa terlalu dingin juga. Lihat saja wajahnya yang terhias freckles, itu juga karena terlalu sensitif terhadap sinar matahari. Di antara semuanya, Fandy saja yang seperti itu. Wajahnya terhias bintik coklat yang sama seperti ibunya.

Sampai di rumah, mereka berpapasan dengan ayah mereka saat berada di ruang utama.

"Ayah mau ke mana?" Bintang bertanya.

"Ayah harus ke rumah sakit sekarang, darurat. Tolong kamu jagain Handy dan Sandy ya. Ayah takut ada sesuatu yang terjadi kalo mereka enggak diperhatiin, apalagi Sandy. Ayah minta tolong ya, Kak Abin, Fandy?"

Bintang mengangguk ketika ayahnya menatap langsung ke matanya, meminta tolong. Fandy pun hanya mengangguk saat ayahnya menatapnya.

"Ayah pergi sekarang."

"Hati-hati, Yah. Lagi hujan."

"Kamu langsung ke kamar ganti baju."

Fandy menuruti ucapan kakaknya. Ia ke kamarnya untuk mengganti baju. Saat selesai dan baru keluar dari kamarnya, ia melihat sang kakak.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku mau ke kamar, Han. Aku enggak bisa jagain Sandy, aku mau tidur."

"Oke, kakak yang temenin Sandy."

"Lo enggak apa-apa, Fan?" Handy bertanya pada saudaranya yang sudah tidur menyelimuti dirinya di atas kasur miliknya.

"Dingin, matiin AC-nya, Han," Fandy bergumam dibalik gulungan selimutnya.

Jika sudah mendengar seperti itu, Handy yakin sebentar lagi ada sesuatu yang terjadi pada saudaranya itu. Handy pun mematikan pendingin ruangan di kamarnya. Handy tetap menggunakan pendingin ruangan meski hujan sekalipun, tapi ia akan menaikkan suhunya agar tidak kedinginan. Karena Fandy ada di sini, ia rela mematikan pendingin ruangannya.

Melihat Fandy yang terlelap, ia juga merasakan kantuk. Menempati diri di sebelah Fandy, Handy ikut terlelap setelahnya.

Sementara di kamar sebelah, kamar Sandy, anak itu ditemani kakak sulungnya. Yang ternyata anak itu sudah terlelap lebih awal. Melihat adiknya sudah tidur, Bintang mengambil laptopnya untuk mengerjakan tugas. Dari pada tidak melakukan apapun, lebih baik menyelesaikan tugasnya bukan?

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang