33. rumah chandra

279 21 14
                                    

SELAMAT MEMBACA

---

"Kakak ikut, jadi Jemy tenang aja."

"Tapi Jemy takut, Kak."

"Coba kasih tau apa yang buat Jemy takut?"

"Nanti kalo Jemy salah ngomong, kalo mereka semakin marah sama Jemy? Nanti mereka pasti cari Jemy lagi, Kak. Jemy takut."

"Itu enggak akan terjadi kalo Jemy sama kakak, kalo Jemy enggak pergi sendirian lagi, kalo Jemy tinggal di sini. Jemy enggak usah takut, di sini aman. Ayo pergi, Dek, ini untuk kasih hukuman mereka, yang mereka lakuin selama ini salah. Kalo kamu enggak mau dateng, bisa jadi mereka dibebasin, terus malah semakin menjadi. Kamu mau?"

"Tapi Jemy takut."

Menghela napas ketika Jeremy kembali mengatakan itu. Sejak tadi ia berbicara padanya, anak itu hanya mengatakan bahwa ia takut dan takut. "Kakak sama Jemy terus, Jemy bisa pegang tangan kakak kalo takut. Kakak enggak akan pergi. Ya, Jem? Dengerin kakak kali ini?"

"Kak Jian enggak boleh pergi. Harus sama Jemy terus."

"Iya, Kak Jian janji. Jangan lepasin tangan kakak kalo kamu takut."

Tadi Chandra memanggil putra keduanya. Chandra mengatakan bahwa besok ada sidang yang harus Jeremy ikuti. Kasus yang melibatkan anak itu, jadi Jeremy wajib datang. Jeremy tidak melakukan kesalahan apapun. Justru Jeremy datang sebagai saksi. Setelah mendapat kabar dari ayahnya, Jiano langsung memberi tahu Jeremy.

"Ayo sekarang kita makan malam."

Jeremy mengangguk dan keluar. Sejak kedatangannya ke rumah keluarga Jiano, ia sama sekali tidak keluar. Jeremy memilih untuk di kamar saja, karena ia masih merasa asing dengan keluarga Jiano.

Di ruang makan sudah ada semua orang, kecuali Bintang. Jiano dan Jeremy duduk bersebelahan. Dan lagi-lagi Jeremy merasa sangat sungkan berada di antara orang yang belum terelalu ia kenal. Tapi ia harus membiasakan diri karena ia hanya bisa ikut dengan Jiano tanpa mau memaksa Jiano dengan pilihannya.

"Kak Abin ada, Fan?" Chandra bertanya.

"Enggak, tadi dia keluar, katanya mau makan malam di luar."

"Yaudah langsung makan aja," Chandra berujar.

Mereka mulai bergantian mengambil piring dan mengisi piring mereka masing-masing. Chandra yang memasak dan ia membuat daging teriyaki, sayur sop, ayam goreng, dan telor mata sapi. Menu khusus adalah wortel dan kol yang sudah dicincang dan diberi mayones, untuk Fandy saja, karena anak itu suka sekali salad sayur apapun isinya. Bawang mentah diberi mayones saja Fandy suka, aneh memang, tapi kuncinya adalah mayones oren kesukaannya.

"Nih, Jemy makan apa?" Jiano bertanya setelah mengisi piring yang ada di depan Jeremy dengan nasi yang kebetulan ada di dekatnya.

"Telor aja."

Dan Jiano mengambil daging untuk ia letakkan di piring Jeremy. Isi sayur sop di pinggir piringnya.

"Kak Jian!" Jeremy protes melihat apa yang dilakukan kakaknya.

Jiano tertawa mendengarnya, puas akan apa yang sudah ia lakukan. "Kan Jemy makan apa aja yang kakak kasih kan?"

"Iya, tapi tadi Kak Jian tanya! Kalo gitu enggak usah tanya aja!"

"Ya, maaf. Kamu kan juga pernah gitu, anggap aja ini bales dendam kakak," Jiano berkata seolah tidak berdosa. "Lagian kamu makan nasi pakai telor doang itu apa rasanya, Dek? Kamu kan juga butuh daging, sayuran."

"Tapi itu enak!"

"Enak apaan, itu hambar. Udah nih kakak kasih telornya juga," Jiano menambahkan telor mata sapi di piring Jeremy agar adiknya itu tetap menikmatinya karena telor memiliki peran penting untuk Jeremy.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang