10. dapat diandalkan

447 28 2
                                    

                Hari ini bukan hanya Sandy, tapi Fandy juga tidak ikut tidak masuk sekolah dan Handy harus sekolah sendiri. Ah, Handy pikir harinya tidak akan semenyenangkan biasanya. Tidak ada teman berdebatnya dan siang nanti tidak ada teman makannya. Rasanya Handy ingin ikut meliburkan diri, tapi alasannya apa? Ayahnya bilang tidak boleh mengatakan sakit jika tidak benar-benar sakit, nanti bisa terkena karma dan malah sakit beneran. Handy tidak ingin sakit, cukup dua saudaranya terbaring di tempat tidur. Handy tidak ingin merepotkan ayahnya, juga sakit itu sangat tidak enak. Handy benci saat dirinya sakit dan menjadi lemah.

"Anak Chandra kenapa kusut mukanya, masih pagi juga," Martin yang sudah siap dengan pakaian kerjanya berbicara. Ia duduk tepat di hadapan Handy.

"Aku mau libur sekolah juga."

"Alasannya?"

"Malas. Aku sekolah sendirian, itu enggak seru."

"Bilang sama ayahmu kalo kamu mau libur juga."

Handy menghela napas, mana berani ia berbicara seperti itu pada ayahnya. Dan Martin sengaja melakukan itu karena ia tahu Handy tidak akan berani berbicara ia ingin libur juga.

"Mau libur juga, Han?"

Handy menggeleng saat ayahnya bertanya, ia tebak ayahnya dengar pembicaraannya dengan Martin tadi.

"Sehari ini aja, Kak. Biar sekalian Handy yang jaga Sandy sama Fandy. Kakak bisa kerja."

Mendengar ucapan pamannya membuat Handy berbinar. Berharap ayahnya akan setuju dengan ucapan sang paman.

"Oke sehari ini aja. Kamu temani adik-adikmu. Tapi besok enggak ayah kasih izin lagi."

Handy mengangguk antusias dengan senyumnya yang merekah. Akhirnya ia tidak sekolah hari ini bersama dengan saudaranya yang lain, jelas sebagai pelajar biasa ia merasa senang bisa meliburkan diri. Oh ayolah, kalian yang masih sekolah atau sudah lulus, pasti merasa senang jika meliburkan diri dari sekolah saat yang lain harus belajar di sekolah dan kalian bisa bersantai tanpa sakit.

"Ayah titip mereka ya. Kamu bisa kan jaga mereka?"

"Bisa. Ayah percaya aja sama aku."

"Tapi dijaga loh, Han, bukan diajak berantem. Kamu kan hobinya ajak mereka berantem," Martin bermaksud menggoda ponakannya.

"Enggak om, jangan jadi kompor deh. Mending sekarang pergi."

"Masih kepagian untuk pergi."

"Yaudah kamu yang buatin sarapan ya, Dek? Kakak mau siap-siap dulu."

Martin tidak keberatan atas perintah sang kakak, dengan senang hati ia membuat sarapan. Seperti Chandra, kemampuan Martin memasak itu juga bagus. Tanyakan saja pada ponakannya, apalagi Handy, Sandy juga menyukai karena rasanya hampir sama dengan masakan sang ayah.

Martin tidak masalah harus membuat sarapan untuk ponakannya meski sudah berpakaian rapih. Untuk sarapan ia hanya harus menyiapkan roti dan sereal, itu bukan hal besar yang akan merusak penampilannya untuk kerja.

"Jian, Abin, kalian tahu adik kalian sakit?" tanya Martin saat keduanya datang bersamaan dari kamar.

Tidak ada yang menjawab. Jiano tidak mempedulikan itu dan mulai menyantap sereal yang sudah ada di tempat biasanya, ia tidak ingin membuang waktu. Sementara Bintang melirik sekilas pada adik ayahnya itu. Untuk memastikan, Bintang melihat ke sekitarnya, Sandy, Fandy, dan ayahnya tidak ada. Jadi siapa yang sakit pikir Bintang, apa Sandy dan Fandy?

"Yang sakit itu masih adik kalian. Sesekali pedulilah sama adik kalian, kalian kan kakak, sama adik sendiri aja enggak peduli."

Martin terkadang tidak mengerti dengan dua ponakannya itu. Mereka kakak tertua, seharusnya mereka mampu mengayomi adik-adik mereka. Tapi jangankan mengayomi dan membimbing, peduli saja mereka tidak dengan ketiga adiknya. Setiap ada adiknya yang sakit, mereka tidak pernah terlihat, sekedar mengecek keadaan adiknya saja tidak, apalagi harus membantu ayah mereka merawat adik-adiknya.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang