27. insiden

426 26 10
                                    

Selamat membaca

---

"Jiano!"

Lelaki tinggi yang sedang menunggu itu menoleh kala seorang memanggil namanya. "Kak Abin," untuk pertama kalinya setelah sekian lama bagi seorang Jiano memanggil kakaknya lagi.

"Gimana?"

"Masih ditangani."

Bintang menghela napas dan mengusap kasar wajahnya. Baru saja ia tenang akan kejadian yang menimpa adiknya, yang membuatnya khawatir bahkan sampai bertengkar dengan Handy saking khawatirnya. Hanya beberapa menit setelahnya ia mendapat kabar dari Jiano bahwa ayah mereka kecelakaan.

Chandra segera pergi ke rumah sakit saat mendapat panggilan dari Jiano. Saat ia pergi hujan deras tengah mengguyur. Entah apa yang terjadi, hanya Chandra yang tahu. Kecelakaan terjadi saat sudah dekat dengan rumah sakit tempat Jiano berada, kesanalah Chandra dibawa.

Jiano sedang menunggu ketika ia mendapat panggilan dari ayahnya. Tapi bukan suara ayahnya yang terdengar, justru kabar ayahnya kecelakaanlah yang ia dapati. Di rumah sakit yang sama, Jiano segera menghampiri unit darurat untuk melihat keadaan sang ayah. Jiano rasa kecelakaan terjadi karena ia memberi kabar pada ayahnya, pasti sang ayah langsung bertindak saat mendapat kabar itu. Malam yang dituruni hujan deras membuat perjalanan lebih rawan, ditambah Chandra yang tergesa-gesa, itu bukan hal baik.

Bukan hanya Bintang yang merasa khawatir. Jiano berkali-kali lipat lebih khawatir. Belum satu masalah selesai, masalah lain malah muncul. Rasanya Jiano ingin berteriak marah, kenapa semuanya datang bersamaan. Disaat satu orang sudah membuatnya takut setengah mati, kini kabar ayahnya juga membuatnya ketakutan. Memang Jiano tidak dekat dengan ayahnya, cenderung lebih sering bertengkar ketika ia dan ayahnya berbicara, tapi ia juga tidak mau kehilangan sang ayah, apalagi ini kesalahannya.

"Ayah ke rumah sakit untuk apa? Lo ngapain di sini?"

"Om operasi malam ini."

"Om Martin?"

Jiano mengangguk, entah harus bagaimana ia menjelaskan pada kakaknya. Apalagi fakta tentang ia yang secara tidak langsung menyuruh ayahnya untuk datang.

"Kenapa bisa? Om kenapa?"

Jiano memilih bungkam. Ia tidak tahu harus bagaimana, ia takut, ia panik, tidak bisa berpikiran positif untuk saat ini.

Entah harus bersyukur atau tidak karena yang Jiano hubungi itu Bintang. Bintang bisa pergi sendirian, meski mendapat pertanyaan dari adik-adiknya, ia bisa mengatasi itu. Bintang tidak tahu lagi apa yang akan terjadi jika adik-adiknya terutama si bungsu tahu keadaan ayahnya.

Bintang memejamkan mata. Ia tidak bisa melakukan apapun saat ini selain berdoa pada yang maha kuasa agar tidak ada hal buruk yang terjadi, agar semua hal kembali seperti biasa dan baik-baik saja, agar ayahnya diberi keselematan, begitu pun dengan adik sang ayah yang tidak ia ketahui kenapa.

"Gue harus pergi?"

"Ke mana?"

"Ruang operasi."

Bintang mengangguk membiarkan adiknya itu pergi, sebelum ia sadar, "Tangan lo kenapa?"

"Patah."

"Kenapa bisa?""

"Kecelakaan."

"Kapan? Kecelakaan sama om?"

"Beberapa hari yang lalu, sendiri, yaudah gue pergi."

Jiano harus pergi untuk mengetahui bagaimana keadaan omnya dan Jeremy. Adik dari ayahnya itu ternyata diam-diam memeriksakan diri kecocokannya dengan Jeremy. Begitu hasil keluar dan Martin bisa melakukan operasi transplantasi itu barulah ia memberi tahu Jiano.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang