7. aneh

508 31 0
                                    

"Sejak kapan lo gabung sama mereka?" ujar Bintang datar.

"Kenapa? Urusannya sama lo apa?"

"Gue tanya sejak kapan!" Bintang mempertegas suaranya.

"Bukan urusan lo, Brengs*k! Jangan pernah ikut campur hidup gue!"

"Lo jangan jadi berandalan! Lo tahu itu bahaya! Lo mau terjerumus hal buruk!"

"Jangan sok suci lo! Emang lo pikir orang-orang kayak temen lo itu suci? Justru kalian lebih biadab. Mereka punya banyak uang, dari keluarga mampu, lebih gampang dong buat ngobat? Buat kesenangan lainnya? Logika dong lo, anj*ng!" Jiano seketika emosi. Sumbu Jiano memang pendek, ia mudah sekali tersulut emosi.

"Tapi kalian lebih beresiko. Gue tahu kalian suka balap liar, mereka semua anak balap liar kan? Lo mau suatu saat lo ketangkep polisi? Bikin malu keluarga aja lo, bajing*n!"

"Cih, mentang-mentang kalian banyak uang, jadi kalian enggak takut polisi?"

"Kalian ini kenapa sih!" sebuah suara lain menginterupsi keduanya.

Chandra, ia mendengar keributan dari arah depan. Ternyata di ruang utama ada dua putranya yang baru pulang. Entah apa yang mereka ributkan, keduanya nampak beradu argumen dengan teriakan yang tidak main-main, apalagi Jiano yang suaranya terdengar keras dan penuh emosi, tanpa peduli waktu yang menunjukkan tengah malam.

"Bintang! Jiano! Kalian ini kenapa? Apa yang kalian ributkan?"

"Tanya aja sama anak berandal itu," ujar Bintang yang langsung beranjak dari tempatnya, ia terlalu malas jika ayahnya sudah ikut campur atau lebih tepatnya merasa tidak enak jika harus bertengkar di depan sang ayah.

Mendengar perkataan Bintang, Jiano melangkah mendekat dengan cepat. Membalik tubuh sang kakak dan memberinya pukulan telak. Bintang yang tidak siap pun tersungkur akibat pukulan luar biasa Jiano, benar-benat bukan main.

"Cukup, Jiano!" jelas Chandra terkejut melihat Jiano yang dengan ringan tangan menghajar orang yang harusnya ia hormati sebagai kakak.

"Kalian apa-apaansih, pulang terlambat, malah bertengkar! Kamu Jian, Bintang kakakmu, bisa kamu hormati dia sebagai kakak?"

"Orang kayak dia enggak perlu dihormati!" Jiano berlalu dari sana tanpa mau menjelaskan apapun atau sekedar meminta maaf pada kakaknya.

Untung Jiano itu adiknya dan Bintang sadar akan hal itu. Jika Bintang tidak sadar bahwa Jiano adalah adiknya dan lebih mengutamakan emosi, ia akan membalas perbuatan Jiano dengan sepenuh tenaga. Bintang sendiri memiliki emosi yang tidak bisa dikatakan baik juga. Tapi bagusnya Bintang tidak akan berbuat jauh terhadap adiknya sendiri meski mereka tidak pernah dekat. Bintang masih sadar bahwa ia kakak dan rasa sebagai kakak itu masih ada dan akan tetap ada sejauh apapun hubungan mereka.

Chandra mengulurkan tangannya untuk membantu si sulung. Tapi si sulung mengabaikannya dan memilih beridiri sendiri.

"Kenapa sih, Kak? Ada masalah apa kamu sama adikmu itu?"

"Tanya aja sama dia. Dia yang punya masalah, bukan Abin."

"Kamu kan yang lebih tua, mungkin kamu yang bisa lebih ngerti untuk jelasin."

"Itu bukan urusan Abin, itu urusan dia," Bintang pun berlalu dari hadapan sang ayah.

Chandra menatap punggung sang sulung yang menjauh. Dua tertua putranya itu sangat sulit digapai. Apapun yang Chandra lakukan untuk menarik perhatian keduanya rasanya tidak pernah berhasil. Jelas bertolak belakang dengan si bungsu yang selalu bersamanya. Bukan hanya Chandra yang tidak dekat dengan mereka berdua, namun adik-adiknya pun tidak ada yang dekat dengan mereka.

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang