30. sedikit kilasan lalu

334 24 14
                                    

SELAMAT MEMBACA

---

Sandy sejak tadi memegangi tangan ayahnya yang sedang tidur. Tidak ada orang di ruangan itu ketika ia bangun. Sandy takut sekali kehilangan ayahnya, jadi ia akan terus berada di sisi sang ayah agar tidak ada kesempatan untuk ayahnya pergi meninggalkannya.

Chandra sama sekali tidak terusik atas genggaman halus yang Sandy lakukan pada tangannya. Nampaknya Chandra butuh mengistirahatkan tubuhnya.

Bintang pulang ke rumah atas perintah ayahnya. Fandy sedang sakit di rumah dan tidak ada yang menjaganya jadi Chandra pikir harus ada yang bersama anak itu untuk merawatnya. Entah bagaimana perasan Fandy disaat ia sakit tapi tidak ada yang merawatnya.

Beralih ke ruangan lain, Handy bermaksud untuk menemui paman kesayangannya yang tidak pernah jauh darinya sebelum ini kecuali ketika pamannya ada pekerjaan di luar.

Sudah setengah jam Handy hanya duduk di depan ruang perawatan Martin. Anak itu masih belum berani masuk ke dalam untuk bertemu. Entah sudah berapa hari mereka tidak bertemu. Malam dimana ayah dan pamannya bertengkar adalah terakhir kali Handy melihat pamannya di rumah.

Perasaan takut lebih menguasai dirinya untuk bertemu dengan pamannya. Tadi ayahnya yang memintanya menemui pamannya. Tidak ada yang bersama Martin, Chandra sendiri kondisinya belum membaik.

"Ngapain?"

Handy menoleh saat ada suara di dekatnya. Tidak menjawab, Handy hanya menatap mata itu sebentar sebelum kembali meluruskan padangannya.

Itu Jiano yang baru saja akan menemui pamannya setelah memastikan Jeremy tidur. Tapi ia malah menemui satu adiknya duduk di depan ruangan itu tanpa melakukan apapun.

"Udah masuk?"

Untunglah kali ini Handy meresponnya meski ia tidak menoleh bahkan menjawab, hanya menggeleng pelan.

"Ayo kalo mau masuk. Dari tadi belum ada yang temuin om."

Jiano menunggu beberapa saat untuk mendapat respon dari adiknya yang lebih banyak diamnya. Padahal saat di rumah Jiano harus marah dulu agar adik-adiknya, salah satunya Handy, diam dan tidak berisik. Entah itu berdebat atau bertengkar, Jiano sering dibuat kesal oleh perangai adik-adiknya yang sama sekali tidak bisa membuat dunia damai.

Akhirnya Handy berdiri. Ia bermaksud untuk ikut Jiano masuk menemui Martin di dalam sana. Melihat pergerakkan adiknya, Jiano segera membuka pintu dan masuk, disusul Handy.

"Om?"

Martin ternyata sudah bangun. Tapi Martin tidak melakukan apapun selain menatap langit-langit kamarnya menyelami berbagai hal dalam pikirannya. Ia menoleh saat ada yang memanggilnya. Lantas tersenyum saat melihat satu ponakannya yang selalu ia khawatirkan akhirnya menampakkan diri di depannya.

Jiano menaikkan bagian kepala bed sang paman. Karena pasti luka pamannya itu akan terasa sangat sakit ketika ia harus duduk. "Gimana, Om?"

"Udah lebih baik. Anak itu gimana?"

"Baik, dia sangat baik. Tadi udah bangun, sekarang lagi tidur. Makasih banyak om udah mau bantu. Aku enggak tau harus bales gimana."

"Gapapa, enggak usah dipikirin. Han, kamu gimana kabarnya?"

Handy mengangguk, ragu untuk menatap langsung ke mata sang paman meski akhirnya ia melakukannya. "Om Martin gimana? Kenapa bisa di sini?"

"Om baik, sekarang udah jauh lebih baik setelah lihat kamu di sini baik-baik aja."

Senyum Handy muncul ketika melihat senyum pamannya yang sangat menularkan.

"Om minta maaf ya, Han."

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang