8. sakit

1K 31 0
                                    

Jeremy sudah bertemu dengan Jiano ketika ia baru akan memasuki kantin. Jika Jiano sudah melihat Jeremy, ia pasti tidak akan peduli dengan sekitarnya dan lebih memilih bersama Jeremy. Jiano bahkan mengikuti Jeremy sampai anak itu memesan makan siangnya.

"Pesenin kakak sekalian, Jem," ujar Jiano yang berdiri di samping adiknya.

"Pesen tinggal bilang aja, Kak."

"Ya sekalian bilangin maksudnya."

"Mau makan apa?"

"Nasi goreng spesial sama daging. Kakak minumnya jus jeruk."

Jeremy mengangguk menunggu gilirannya. "Bu, nasi sama telor mata sapinya dua ya."

"Dek, punya kakak pesenin juga."

"Itu punya berdua, kakak enggak dengar?"

"Tapi kakak enggak pesen itu."

Jeremy hanya terkekeh, ia memang sengaja melakukannya. "Nih, Kak, bawa," Jeremy memberikan nampan berisi dua piring pada Jiano.

Seperti biasa, Jiano menerima dan mengikuti apa kata Jeremy. Ia segera mencari tempat kosong untuk mereka tempati makan siang bersama.

Jeremy datang belakangan membawa dua botol air mineral, ia membelinya lebih dulu. "Selamat makan!" Jeremy berujar riang seakan ia tidak melakukan kesalahan, ia sengaja melakukannya untuk menutupi kesalahan yang sengaja ia lakukan.

Baru akan menyuap makan siangnya, Jeremy terkekeh sendiri. Padahal ia belum melirik Jiano sama sekali sejak ia duduk di bangkunya. Tapi ia bisa merasakan Jiano jengkel padanya. Menjaili Jiano memang sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi Jeremy dan ia suka sekali melakukannya. Apalagi fakta bahwa Jiano tidak akan marah padanya.

"Kenapa ketawa?" interupsi Jiano.

Barulah Jeremy menoleh dan semakin tertawa. Wajah Jeremy ketika tertawa itu terlihat sangat polos dan ia akan terlihat seperti anak kecil tanpa dosa, semurni itu memang seorang Jeremy. Yang membuat Jiano merasa anak itu perlu dilindungi dari hal-hal buruk yang akan merusaknya.

"Tapi ini juga enak. Makasih udah dipesenin."

Jeremy mengangguk dan mulai menikmati makanan favoritnya yang terasa hambar. Sebenarnya makan nasi putih dengan telor mata sapi itu tidaklah terlalu hambar, setidaknya itu menurut Jeremy. Anak itu merasa telor mata sapi itu gurih meski tanpa tambahan garam.

"Hari minggu ke amussement park mau nggak?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Enggak apa-apa."

"Banyak wahana baru di sana, kakak pengen coba."

"Alah penakut aja sok mau coba," Jeremy mencibir.

"Kalo kakak penakut, kakak enggak akan coba naik wahana."

"Terus waktu Jemy paksa dulu baru mau naik itu apa? Ya emang kakak berani pas antrenya, pas udah mau naik kakak malah puter balik?"

"Itu kan karena mau ke toilet."

"Alasan aja, Kak."

"Enggak, buktinya kakak naik kan? Lagian kamu juga takut kan? Enggak usah ledekin kakak."

"Aku enggak ada bilang berani, tapi aku juga enggak takut kayak kakak. Buktinya aku yang ajak kakak naik wahana sampai paksa kakak, baru kakak mau naik."

"Iya udah enggak usah bahas hal itu. Gimana kalo nonton?"

"Ada film apa? Nonton film apa?"

"Horor."

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang