2. datang

1.1K 57 0
                                    

"Langsung pulang?" Handy bertanya.

"Iya."

"Gue enggak, ada latihan hari ini," ucap seorang lainnya.

"Pulang sama siapa nanti?"

"Dia udah gede, Han! Dia bukan lo yang enggak bisa pulang sendiri."

"Bukan engga bisa, gue males naik bus yang rame! Ngomongnya dijaga dong, San!"

"Iya maaf, sensitif banget kayak cewek."

"Ngatain gue? Gak sopan banget lo!"

"Udah, udah, malah berantem. Sana ke lapangan kalo mau berantem," seorang berusaha menenangkan keduanya yang malah berdebat.

"Diem lo!" kalimat itu terucap serentak, membuat si penengah bungkam.

"Terserah kalian, dasar batu!" melenggang pergi setelah mengatai kedua manusia tadi.

Handy menarik tasnya dan keluar dari kelas yang mulai sepi. Ia pergi sendiri tanpa mau mengajak Sandy atau sekedar basa-basi.

Adalah kenyataan tentang Handy yang selalu pergi dan pulang diantar. Handy tidak mau menggunakan kendaraan umum seperti bus, karena ia tidak suka keramain apalagi sampai berdesakan. Pernah sekali Handy menumpangi bus, itu pun terpaksa karena diajak, dan ia berjanji untuk tidak lagi mau menggunakannya dalam keadaan sedarurat apapun.

Senyum Handy mengembang saat melihat mobil yang sangat ia kenal tidak jauh dari depan beranda sekolah. Melangkah dan langsung masuk ke samping pengemudi.

"Om Martin udah pulang?"

"Seperti yang kamu lihat, Han. Gimana kabarmu?"

"Baik."

"Yang lain mana?"

"Tunggu aja ntar juga dateng."

"Kangen sama ponakan yang ini," ujar Martin seraya mengusap kepala ponakannya.

"Om kelamaan di sana. Apa om sekalian cari pasangan?"

"Kamu ini, enggak lah."

"Kenapa enggak om? Kan om udah tua."

"Enak aja, om belom tua."

"Ck akui aja om, itu fakta."

"Ya terserah kamu lah."

Pintu bagian belakang terbuka disusul dengan Sandy yang masuk ke dalamnya. Ia langsung duduk tanpa berbicara apapun.

"Apa kabar, San?"

"Baik."

"Di mana yang satu lagi?"

"Dia ada kegiatan, langsung pulang aja om."

Setuju dengan ucapan Sandy, Martin segera menyalakan kendaraan roda empat itu dan meninggalkan sekolah.

"Mau makan di luar dulu?" suara Martin memecah keheningan mobil.

"Eggak/mau!" Sandy dan Handy berucap barengan.

"Langsung pulang aja om," ujar Sandy.

"Enggak, makan dulu aja, laper om," Handy yang tidak sependapat dengan Sandy.

"Om aku berhenti di sini aja. Kalian bisa pergi."

Martin tidak menjawab, memilih fokus menuju jalan pulang. Bahkan paman dari dua orang itu tidak menanggapi protesan Handy. Hingga kendaraan roda empat itu terhenti di depan sebuah rumah.

Sandy segerqa turun begitu juga dengan Handy. Namun Martin menahan tangan Handy agar tidak keluar. "Katanya mau makan dulu."

"Gajadi."

AYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang