"Wow, wow, wow!" Karen yang baru saja tiba di kantor, terkejut saat melihat Kanaya telah duduk di tempatnya. "Siapa, sih, ini?" lanjut Karen meledek Kanaya seraya meletakkan shoulder bag di atas meja.
Kanaya mengulum senyum malu. "How do I look?" Alih-alih menjawab justru bertanya saat selesai mengulas lipstick pada bibirnya.
"Sho pwetty," puji Karen berbinar. "Nah, gitu dong, nggak kelihatan kalau abis putus cinta. Kemarin kayaknya berhasil, ya? Enggak ada yang ganggu," lanjutnya berbisik. Namun tidak bisa menutupi rasa penasaran.
Meski belum ada jawaban, tetapi blush on berwarna coral di pipi Kanaya seketika terlihat semakin tebal, membuat Karen mengangguk paham.
"Apa?" Kanaya terheran.
"Apaaa?!" balas Karen masih saja meledek.
Kanaya mendengkus pelan. Tanpa bisa mengelak pula, ia mengulas senyum tipis terbaiknya. Namun mendengar Karen brrdecak kesal, Kanaya langsung terkekeh.
"Kemarin ada yang nolak, tuh, bilang enggak mau," ujar Karen berpura-pura sambil mengingat.
Tawa Kanaya mendadak tertahan ketika diingatkan kembali. Ulah Karen memang berhasil sepenuhnya. Ia pun sangat paham jika saat ini Karen sangat menanti penjelasan darinya-tampak berharap sekali Kanaya akan bercerita secara detail.
"Sekarang aja, ketawa-ketawa. Senyam-senyum. Kemarin lo bisa ninggalin gue," gerutu Karen sebal mengingat meja bar di hadapan bartender malam itu sudah kosong, hanya tersisa gelas mereka saja.
"Sorry ...." Kanaya agak menyesal lantaran meninggalkan Karen sendiri malam itu-meski Karen tampak tak begitu mempermasalahkan.
Karen mengibaskan tangan yang memang tidak keberatan. "Terus?" tanyanya justru menodong. "Gimana?" lanjut Karen tidak sabar.
"Apanya yang gimana?" jawab Kanaya semakin membuat Karen kesal.
"Menurut lo?" Karen berdecak gemas. "Lo ini pasti bakalan diam aja kalau nggak ditanya, gue 'kan nungguin lo yang cerita duluan."
"Ya ... begitu aja." Jawaban Kanaya tidak membuat Karen merasa puas. Namun Kanaya pun tak berniat untuk membuka semua di hadapan Karen lebih jauh.
"So ... he's good?" tebak Karen semakin penasaran.
Baru saja membulatkan tekad untuk tidak membeberkan semua, kini Kanaya ingin sekali mengiyakan tanpa perlu berpikir panjang. That was awesome. The best night ever.
"Pasti lagi bingung mikirin mau kasih rate berapa," tebak Karen seakan tahu isi kepala Kanaya.
Kanaya tertawa lepas. Diam-diam memang sibuk memikirkan nilai yang pas.
"On a scale of one to ten, berapa nilainya?" Ternyata Karen masih belum menyerah.
"Eight?" ucap Kanaya yang dirinya sendiri saja tidak yakin. Kemudian mengalihkan pandangan, kembali menatap pantulan wajah pada cermin kecil. Mengamati sekali lagi hasil makeup-nya hari ini.
"Lumayan juga skill-nya." Karen berdecak penuh kagum, wajahnya menerawang jauh. "Gue yakin dua sisanya pasti karena lo yang nggak tahan," tuduhnya.
Tawa Kanaya pecah seketika.
"Betah dong lo lama-lama sama dia," ujar Karen penuh keyakinan.
"Orangnya pendiam banget," ungkap Kanaya memasukkan kembali beberapa alat makeup-nya ke dalam pouch. "Nggak ada basa-basi ngobrol apaan gitu ...."
"Kelihatannya ada yang mulai penasaran." Perkataan Karen lantas membuat Kanaya terkekeh tipis. "Memang apa yang lo harapkan? Ena-ena, selesai, cabut, yaudah kelar."
![](https://img.wattpad.com/cover/264784356-288-k739433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You
RomantizmPeringatan! Cerita ini mengandung unsur dewasa, Pembaca diharap bijak. "Makanya jangan kebanyakan ngobrol! Apalagi sampai nginap. Sarapan bareng juga nggak boleh. Semua bukan tanpa alasan, nanti takutnya jadi sayang." Kenyataannya, Kanaya mengabai...