Chapter 4

26.7K 2.6K 241
                                    

Bayu melempar asal sebuah map folder ke atas mejanya. Lantas melonggarkan simpul dasi pada kerah yang terasa begitu mencekik sejak tadi. Suasana hatinya pun berubah total dalam sekejap.

Luapan kekesalan Bayu yang tidak bisa dikeluarkan, membuatnya mendadak uring-uringan. Belum lagi, isi dari folder tersebut seakan semakin melukai perasaannya. Pada posisi aman sekalipun, Bayu tidak bisa berkelit atau menolak. Seakan menguliti sampai habis harga dirinya.

Dengan kemarahan yang tersimpan, namun tetap terkendali, ia tidak jera sedikitpun untuk kembali membuka folder tersebut.

Jika bukan karena undangan pernikahan di dalamnya, mungkin saat ini Bayu sudah bersuka cita. Mengingat salah satu bagian lembaran kertas itu, merupakan surat-surat dari satu unit mobil sedan sport terbaru, dengan harga mencapai sepuluh digit telah menjadi miliknya.

Bayu mengusap wajahnya lelah. Ia mengira satu tahun tanpa menghubungi ataupun memikirkan Sandra, telah berhasil melupakannya. Namun bayangan mantan kekasihnya masih saja jelas tertinggal, berada dalam benak seakan kekal.

Andai melupakan Sandra begitu mudah, Bayu yakin bahwa saat ini ia pasti telah memiliki pengganti. Akan tetapi, perasaan yang tersisa, tidak pernah merasa digenapi pula, membuat Bayu tetap berada di titik kelam akhir-akhir ini.

Untuk merobek undangan pernikahan Sandra dan Galang saja, ia bahkan tak mampu.

Jerat dari jejak hubungannya dengan Sandra seolah mengetat melilit dada. Bayu akhirnya bangkit, ia butuh mengalihkan perasaan yang menyesakkan.

Beruntung, saat keluar dari ruangannya, workstation masih sepi. Bayu yang memilih melangkah menuju ke pantry. Ia bahkan terlalu malas untuk turun ke bawah, bertemu banyak orang, ia sudah tidak lagi memikirkan ataupun memanfaatkan waktu lunch break-nya.

"Hai!"

Bukan membalas sapaan tersebut, Bayu justru semakin murung usai membuka pintu pantry yang tertangkap pada kedua mata adalah Kanaya. Sangat berbeda bila dibandingkan dengannya, Kanaya tampak begitu ceria.

"Siang, Pak," koreksi Bayu terdengar memperingati. Baru kali ini pula ia mempermasalahkan. Biasanya Bayu tidak mengambil pusing dengan perkataan Kanaya seperti tadi.

Alih-alih meminta maaf, Kanaya terkekeh tanpa bersalah. "Bad day, huh?" tebaknya langsung. Raut wajah ganteng pria itu memang tampak kusut.

"Ngapain kamu di sini?" balas Bayu sedikit ketus. "Biasanya lunch break langsung kabur." Selama ini mereka bekerja di lantai yang sama, membuat Bayu sedikit paham kebiasaan beberapa orang di sekitarnya. Ia melangkah mengambil botol air mineral yang telah tersedia.

"Calm down," desis Kanaya lalu menyeringai samar. Mendekati Bayu yang telah duduk di salah satu kursi tak jauh darinya. "Meeting tadi dapat pendelegasian tugas apa lagi?" Mengingat belum lama ini, GM-nya ikut serta pertemuan bersama Bos Besar dan beberapa Komisaris.

"Nggak usah sok tahu," cetus Bayu memasang raut semakin terusik.

Kanaya menyandarkan bokongnya ke meja seraya terkikik lalu menggeleng tak percaya. "Mau kopi?" tawarnya, begitu mudah melupakan luapan kekesalan Bayu.

"Saya bisa buat sendiri," tolak Bayu seakan tidak berminat. Ia kembali meneguk air mineralnya.

Sementara Kanaya meneguk kopi dalam genggamannya. "So? Kurang tidur? Atau semalam kurang lama?" lanjutnya masih berani bertanya teramat santai. Meski yakin memang bukan karena hal tersebut. Pasalnya tadi malam Kanaya lebih dulu tertidur, sebelum Bayu meninggalkan apartemennya. Namun ia juga yakin, mereka sama-sama puas sebelum akhirnya memutuskan untuk berhenti.

Falling for You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang