Kanaya tidak memiliki pilihan selain menyiapkan mental, tetap mengendalikan emosi, dan yang terpenting sesuai dengan saran dari Karen, 'keep your chin up!'. Ketiga point tersebut akan selalu Kanaya ingat. Meski ternyata semua yang terpendam dalam benak lebih menyesakkan, lantaran tidak dapat menyuarakan hal yang sebenarnya.
Ketika lunch break berlangsung, perut Kanaya yang semula lapar, kini tak lagi ingin makan. Selera makan Kanaya mendadak hilang teralihkan dengan kekhawatiran yang melanda. Ia baru saja melewatkan makanannya, bahkan tujuan turun hanya sekedar menemani Karen menghabiskan waktu senggang ini.
"Nay, kalau mau makan bilang gue, ya," pesan Karen berjanji akan membantu. Paling tidak ia bisa memesankan ataupun membelikan Kanaya makanan tanpa harus bertemu dengan banyak orang, yang terpenting agar dia tidak merasa sendirian.
Sirat dari kedua mata Kanaya kini lebih teduh. Ia hanya mengangguk pelan. Berusaha tetap tampak baik-baik saja, tidak peduli, maupun ambil pusing dengan perkataan orang lain. Padahal baru saja mendapatkan lirikan sinis dari beberapa rekan yang Kanaya kenal.
Seakan belum juga usai, kini di samping Kanaya dan Karen yang tengah menunggu antrean masuk ke dalam lift, bertemu dengan tiga wanita—merupakan rekan Diandra—mereka pun ikut memandang remeh pada Kanaya.
Sejenak kerlingan mata Kanaya tanpa sadar mengarah kepada mereka. Meskipun tidak dapat mendengar, tetapi naluri Kanaya yakin bahwa dirinya tengah menjadi bahan pembicaraan ketiganya.
Pintu lift terbuka, mengantarkan seseorang keluar. Kanaya, Karen, dan juga mereka masuk bergantian.
Di dalam lift tidak ada yang bersuara, hingga sampai di lantai tujuh. Kanaya dan Karen melangkah paling santai di belakang mereka yang lebih dulu keluar.
"Ew, anaknya sih nice, tapi setelah tahu belangnya gue jadi nggak respect."
Setelah Kanaya dapat mendengarnya walaupun samar, secara naluriah langsung memutuskan melangkah lebih cepat mengekori mereka. Kanaya bahkan tidak lagi menghiraukan Karen yang semula bersebelahan dengannya.
"Eh, Nay, mau ke mana lo?" Karen terperanjat memandang punggung Kanaya yang mendahului.
Lagi-lagi Kanaya tak menjawab, namun langsung memberikan gestur supaya Karen tak banyak bertanya.
"Hopeless kali. Selama ini Kanaya belum dapat promote dari Pak Wisnu. Jadi berani ambil alternatif deketin Bosnya Bos dia."
"Gue juga sempat kepikiran kayak gitu!" Keduanya lantas meringis muak.
Kanaya semakin dibuat kesal ketika bisa mendengar lebih jelas. Sakit hatinya tidak lagi ia pedulikan. Harga dirinya yang tak terima, membulatkan keinginan tegas agar bisa mendengarkan lagi.
"Kanaya terlalu berani."
"Sayang banget, lho, Kanaya jadi kayak gini."
"Enak juga jadi dia. Giliran keliling tempat terpencil dilimpahin ke orang lain."
"Ya, mereka itu siapa? Kalau mau enak, deketin dong Bos-nya! Eh, jangan-jangan Pak Wisnu digaet juga sama dia."
"Dia sama Pak Bayu aja baru ketahuan."
"Bisa, jadi. Nggak ada yang nggak mungkin."
Bagaimana bisa Pak Wisnu yang tidak ada kaitannya sama sekali ikut terseret. Kesabaran Kanaya luruh seketika, kemarahannya saat ini lebih berkuasa. Ini semua tidak bisa dibiarkan berlarut, juga tidak akan hilang dan terlupakan kalau Kanaya tidak bertindak. Kanaya yang sudah gusar, melangkah lebih cepat, lalu mendahulu mereka bertiga.
Ketiga orang tersebut sontak berhenti serempak, tampak terkejut melihat Kanaya telah berdiri di hadapan.
"Tadi lo ngomong apa?" tanya Kanaya mengangkat dagunya tinggi—menantang mereka semua, setelah berhasil menghadang. Lalu bersedekap sambil menanti balasan dari mereka. Meski sudah bersusah payah menahan makian agar tidak keluar dari mulutnya langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You
RomancePeringatan! Cerita ini mengandung unsur dewasa, Pembaca diharap bijak. "Makanya jangan kebanyakan ngobrol! Apalagi sampai nginap. Sarapan bareng juga nggak boleh. Semua bukan tanpa alasan, nanti takutnya jadi sayang." Kenyataannya, Kanaya mengabai...