Jika biasanya menjelang akhir pekan Kanaya begitu menikmati untuk melewati hari, pekerjaannya pun lebih sedikit, sehingga ia dapat pulang teng-go dan bisa sampai apartemen lebih awal daripada biasanya. Namun, jumat hari ini terasa berbeda. Semangat yang tertanam seakan hilang perlahan. Besok pagi Kanaya sudah harus menuju tempat training, meski pelatihan tersebut baru akan dimulai pada hari senin mendatang.
Lunch break sudah terlewat dari beberapa menit lalu, satu demi satu orang telah meninggalkan ruangan. Hanya beberapa orang tertinggal termasuk Kanaya yang masih termenung di tempat—tidak sedikitpun beranjak—padahal ia baru saja menyelesaikan kelengkapan berkas yang baru mendapat approval dari atasannya.
"Ke bawah, yuk!" ajak Karen sangat ceria dan bersemangat, berbeda dengan Kanaya saat ini. Kanaya bahkan tak bisa menghitung senyuman rekannya sejak pagi tadi.
Kanaya menggeleng lemah. "Gue mau order online aja," tolaknya, keputusan Kanaya sudah bulat, siang ini tidak berminat untuk makan siang bersama Karen seperti biasa.
Karen mengerut bingung. "Lo kenapa jadi lesu begitu? Jangan-jangan hamil," ucapnya sembarangan, tanpa memikirkan perasaan Kanaya. "Telat enggak lo?" Spekulasinya semakin menjadi.
"Amit-amit! Mulut lo benar-benar, ya, Ren ...." Kanaya mendesah frustrasi, namun tidak tersinggung. "Hamil gimana? Gue belum nikah nggak punya suami," lanjutnya merengut tidak terima.
Sedikitpun tidak merasa bersalah, Karen tertawa lepas—merasa bercandaannya cukup lucu. "Ya, terus kenapa tiba-tiba lemas gitu?" Bertanya kali ini serius, tetapi masih tertawa.
"Gue jadi malas training, nih. Biasanya nanti sampai kamar leyeh-leyeh, malam ini harus packing," keluh Kanaya memikirkan betapa sibuknya nanti.
"Packing doang, kok," sahut Karen begitu enteng tidak melihat permasalahan yang Kanaya pikirkan.
"Bantuin, yuk!" Tersirat binar muncul di kedua mata Kanaya. Ia menatap Karen penuh harap.
"Enggak!" Karen menolak mentah-mentah. "Gue mau nonton. Minta bantuan aja sama Bayu. Berani nggak lo?" tantangnya lebih mengecilkan suara. Sadar masih di area yang cukup berbahaya bila membahas pria itu. Namun, Karen juga tidak begitu memedulikan keadaan sekitar.
Harapan di mata Kanaya menghilang seketika, tatapannya berubah menajam sekaligus memperingati ucapan Karen lagi-lagi berhasil membuatnya frustrasi.
"Udahlah, nggak perlu mikir macam-macam. Ingat kalau Senin besok bakalan ketemu cowok-cowok good looking!" Karen berdecak kagum sambil menerawang—membayangkan suasana yang akan Kanaya lalui—sudah pasti begitu mudah untuk melewati hari demi hari hingga training selesai.
Berbeda dengan Kanaya hanya bisa menghela napas pasrah.
"Begini, nih, kalau udah ketempelan sama charming-nya si Bayu," cela Karen berdecak seraya menggeleng dramatis. Bukan sekedar pendapatnya semata, melihat Kanaya semakin buta terhadap lelaki tampan—pasti karena telah terbiasa menatap terlalu lama wajah Bayu—Karen sangat yakin Kanaya telah jatuh tanpa sadar ke dalam pesona Bosnya.
"Karen ...." desah Kanaya di antara helaan napas berat. "Lain kali disensor, ya," pintanya memohon agar Karen tidak lagi asal menyeletuk—mengingat kantor adalah tempat terlarang untuk membahas hal ini dan menyebut nama pria itu.
"Apa yang disensor? Lo pikir nama dia cuma punya satu orang," balas Karen sama sekali tidak mendengarkan. "Lagipula lo harusnya senang, dong ...." Karen tidak habis pikir kepada Kanaya.
Kanaya mencebikkan bibir. "Senang apaan," balasnya mencoba untuk mengabaikan.
"Ya, menurut lo?" Karen semakin mengejeknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You
RomancePeringatan! Cerita ini mengandung unsur dewasa, Pembaca diharap bijak. "Makanya jangan kebanyakan ngobrol! Apalagi sampai nginap. Sarapan bareng juga nggak boleh. Semua bukan tanpa alasan, nanti takutnya jadi sayang." Kenyataannya, Kanaya mengabai...