SF 3

9.5K 272 12
                                    




Rose menuruni tangga, dilihatnya meja makan, Kakak dan Kakak ipar nya sudah duduk terlebih dulu di sana.

"Pagi phi Tui.. Phi Jira."

Jira dan Tui mengerutkan dahi melihat wajah murung keponakkannya.

"Pagi, Sayang," balas Tui.

Rose duduk di depan phinya dan mengambil satu roti yang bertumpuk dengan telur dan selada yang telah disajikan, tanpa tahu tatapan penuh tanya dari phinya.

"Kau terlihat kurang baik?"

"Rose baik, phi."

Tui mengangguk, tidak untuk percaya. Lebih memberi privasi bagi adiknya itu.

"Di mana suamimu?"

Rose tidak mengharapkan pertanyaan ini, hal yang membuatnya tidak bersemangat. Rose tersenyum.

"Perth ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, phi. Jadi pagi-pagi sekali dia sudah pergi. Jika kemungkinkan ia akan menjemput ku dan Saint untuk pindah ke rumah kami."Jelas Rose yang hanya kebohongan, nyatanya Perth tidak pulang dari semalam. la berusaha sebisa mungkin menutupi masalah rumah tangganya.

Selain tidak ingin membuat phinya khawatir, Rose sendiri merasa ini hanya masalah kecil yang butuh pengertian dari pihak istri. Bagaimana pun seorang suami bekerja juga demi keluarga. Jadi dia harus memakluminya.

"Jadi karena ini, kau menampilkan muka sedih tadi?" Tui melempar senyum pada Rose.

"Sebagai istri kamu harus mengerti dirinya, Rose. Perth bekerja juga demi kamu, istrinya." Rose mengangguk, meng-iyakan pendapat kakaknya.

"Tapi kalian tidak melewatkan malam yang penting 'kan?" goda Tui membuat wajah Rose memerah.

"Phii.." ujar Rose.

"Oh ya, di mana anak manismu. Tidak biasanya dia bangun telat?"

"Rose tidak tahu, phi ?"

Dahi Tui mengerut.

"Pesawat kami akan take off satu jam lagi. Dia akan marah kalo kami pergi tanpa pamit darinya." ujar Tui mengingat bagaimana Saint merajuk saat dia pergi tanpa pamit. Sejak hari itu, setiap kali mereka disini, mereka akan pamit kepada Saint.

"Biar Rose bangunkan dia, phi."

Tui mengangguk, Rose menyuap potongan terakhir sarapan paginya dalam mulut, kemudian beranjak menuju kamar sang anak.

***

Perth membuka mata, meski baru dua jam ia tidur.
Matanya tetap segar, apalagi saat melihat sosok manis yang tertidur pulas di sampingnya.

Mata hitam Perth tak lepas dari wajah Saint, seperti
tidak ada rasa bosan dalam dirinya memandang wajah tersebut. la merasa nyaman dan senang.

Saint menggeliat dalam tidurnya, hingga membuat
Perth menggeram.

Bagaimana tidak?

Saat Saint menggeliatkan tubuhnya, selimut yang menutupi tubuh polos Saint tersingkap dan menyajikannya secara gratis pada Perth.

Geraman kembali keluar dari mulut Perth. Sesuatu
diantara kedua pahanya mengeras kembali. Dan hal ini tidak bisa dibiarkan atau seharian penuh, kepalanya akan pening. la butuh kepuasan.

Perth menyingkap selimut dan membuangnya ke
lantai, ia kembali menindih tubuh Saint. Kemudian
mengecup beberapa kali bibir tipis, merah muda alami dan memiliki rasa manis yang tidak bisa Perth lewatkan begitu saja.

Step Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang