SF 15

3K 131 2
                                    






Hari itu Perth melakukan lagi. Melakukan perbuatan
yang beberapa hari ini ia tahan meski ia rindukan. Demi menjatuhkan ego Saint yang ia yakini mempunyai rasa yang sama padanya.

Bukan hal cinta, tetapi menyukai perbuatan intim mereka berdua selama ini. Baginya hal itu sangat
menyenangkan di lakukan. Obat untuk menghilangkan penat. Saint harusnya menyadari itu, bukan malah mengelak.

Ada rasa senang dalam dirinya, melihat kepasrahan
seorang Saint Suppapong berada di bawahnya.

Dengan rambut berantakan, mulut sedikit terbuka dan bersuara yang mampu memicu semangatnya untuk bergerak. Dahi mengernyit serta tubuh tanpa sehelai benang satu pun.

Paling ia sukai saat ini, sosok yang dulunya pasif. Kini mulai berubah aktif mengimbangi dirinya. Bahkan memiliki fantasi lain untuk dipraktekkan yang sebelumnya belum mereka lakukan. Tidak ia sangka, kepolosannya telah berubah.

Beberapa hari tak bersama, tidak membuat
semangatnya menurun. Semangatnya semakin terpacu untuk menciptakan hari indah dan sempurna.

Ya, hari ini indah. Keinginannya terwujud. Pria yang
menjadi candunya telah kembali bersamanya. Menikmati setiap detik bersama menjadi satu untuk surga dunia.

Perth mengerti dan sangat tahu. Perbuatannya ini
tidaklah pantas untuk di lakukan. Tidak seharusnya begini. Apa daya nasi sudah menjadi bubur.

Rose yang saat ini menjadi istrinya tentu tahu. Apa
tujuan dirinya mau untuk di nikahi. Pernikahan di matanya hanyalah sebuah title. la lelah jika harus berurusan dengan media dan rekan bisnis yang selalu menanyakan tentang pasangan dan juga pertanyaan kapan menikah yang selalu menghantuinya.

Dirinya juga sudah memperingati Rose untuk tidak
terlalu banyak mengharapkan pernikahan ini. Kejutan baginya, Rose tidak mendengarkan hal tersebut. Perempuan itu ingin jadi miliknya.

Kenikmatan yang ia rasakan menghilangkan akal
sehatnya. Perth tahu dirinya semakin menggila. Namun jauh dari lubuk hatinya ia ingin mengakhiri semua ini.

Tak seharusnya ia mempermainkan pernikahan.
Tak seharusnya ia menyakiti dua beranak sekaligus.

Harusnya jika ia tidak yakin dengan Rose dan mulai
tertarik dengan yang lain, ia mengambil tindakan tegas.

Harusnya ia tidak peduli akan pandangan masyarakat terhadapnya. Masa bodoh akan kesempurnaan. Tidak selamanya sempurna itu menyempurnakan. Seperti dirinya saat ini, lenyap sudah kesempurnaannya karena tindakan bodoh yang ia lakukan.

Hanya satu yang tidak ia sesali, bertemu Saint dan
menikmati waktu berdua meski awalnya dengan paksaan. la merasa harus mengakhiri neraka ini.


***

Rose memarkirkan mobilnya dihalaman rumah.
Senyumnya mengembang ketika melihat mobil suaminya. Tujuannya pulang untuk mengambil kain-kain yang segera akan dibuat baju. la lupa membawanya tadi.

"Tunggu."

Suara dibelakangnya, membuat Rose menghentikan
gerakan tangannya membuka pintu. la menoleh kebelakang dan melempar sebuah senyuman.

"Tharn."

Seketika tubuh Tharn menegang mendengar namanya disebut bibir tipis Rose. Hal yang sama terjadi pula dengan bagian lain dari dirinya. Hah, gawat!

"Aku mencari Perth, dia pulang mengambil berkas
yang tertinggal. Tapi tak kunjung kembali. Padahal setengah jam lagi saat jam makan siang kami ada meeting di luar." Jelas Tharn ketika sampai tepat dihadapan Rose.

Tentu saja setelah meng-nyahkan gairah yang tiba-tiba hadir. la harus bisa mengendalikan diri. Apalagi Rose terlihat begitu menawan dalam balutan sweater turtle neck yang melekat sempurna ditubuhnya ditambah cardigan serta celana jeans
ketat membentuk kaki jenjangnya. Satu hal yang ia syukuri, Rose tidak mengingat tentang malam itu.

Step Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang