SF 11

3.4K 150 3
                                    






Tok ..... tok ... tok.

Ketukan pintu jelas terdengar, seringai Perth melebar.

"Lihat, pria mu sudah datang." Saint panik.

"Kumohon jangan."

Alfa adalah satu- satunya sahabat yang ia miliki, jika Alfa tahu apa yang terjadi dengan dirinya, kemungkinan Alfa akan menolongnya tapi sekali lagi ia takut, takut jika Alfa berbuat sebaliknya malah menghina dirinya dan tidak perduli.

"Kenapa? Kau takut pria mu tahu seberapa nakalnya
dirimu?" Cepat cepat Saint menggelengkan kepalanya.

"Tidak."

"Aku selalu mendapatkan keinginanku, Saint."
Air mata tak berhenti, terus mengalir. Saint merasa
dirinya terlalu lemah untuk sekedar melawan Perth.

"Masuk!" teriakan Perth menggema, memerintah
seseorang diluar sana agar masuk ke dalam.
Jantung Siant berdetak kencang, saat mendengar pintu itu terbuka, ia bahkan memalingkan wajahnya, tak ingin melihat sosok itu.

"Aku sudah menyiapkan kursi untukmu, duduklah,
Narendra." Alfa terkesiap mendengar suara orang yang sangat familiar ditelinganya sejak bertahun-tahun yang lalu.

"Tanapon," desisnya, ia merasa ditipu sekarang,
tujuannya datang kemari atas panggilan rektor, begitu kata salah satu mahasiswa yang menghampirinya, tapi apa? Perth Tanapon, ia begitu sangat membencinya, sejak dulu, sejak hari itu.

"Di mana kau? Untuk apa memanggilku?" Perth tidak menjawab, pandangannya fokus pada Saint, ia mengarahkan kepala Saint agar tidak berpaling
darinya. Rasa iba hinggap dihatinya saat melihat prianya menangis tapi sayangnya bayangan Saint bersama pria lain menghalanginya, dirinya tidak bisa mentoleransi hal itu.

Saint menatap iba sang daddy, matanya seketika
membelalak karena merasa benda tumpul dan keras yang mencoba masuk kedalam holenya, ia bahkan tidak menyadari, sejak kapan Perth telanjang tanpa sehelai benang pun.

'"Ja-ngan." Saint berusaha memberontak tapi sulit,
tempatnya bergerak terlalu sempit, sebuah sofa panjang.

"Kenapa kalian memborgol ku!" teriakan Alfa pun
terasa samar ditelinga nya.

"'Kenapa kau menyuruh anak buah mu memborgol ku, Tanapon ! Apa maumu, brengsek?!" Kini teriakan Alfa jelas terdengar oleh Saint.

Perasaannya berkecamuk.Antara takut dan rasa bersalah.

"Kau melihatnya, pria mu tidak berdaya di sana. Dia
bahkan akan menonton live adegan kita."

Saint terisak, ia dapat melihat samar pantulan sosok Alfa di sana, duduk di kursi menghadap ke arahnya dan Perth dengan kedua tangan yang terborgol di masing- masing sisi sandaran kursi dibalik dining kaca yang buram.

Kaca ini tidak terlalu buram, berseling dengan kaca
bening yang membentuk garis horizontal setinggi kira-kira satu koma lima senti meter, dan itu memanjang. Hingga bagian dalam pun terlihat dari luar.

"Lepaskan akuu!" di luar sana Alfa dengan penuh
emosi memberontak, berusaha untuk lepas. Tapi dua orang disisi kiri dan kanannya menekan masing-masing bahunya supaya tetap tenang, tidak banyak gerak.

Saint terus saja menangis tidak berhenti merutuki betapa malang nasibnya. Daddy nya akhirnya
melakukan sesuai ucapan. Pria itu tak pernah berbuat tidak sesuai ucapannya. Jika berkata A berarti harus A. Tidak B maupun C sama halnya sekarang.

Berulang kali memohon dengan air mata terus mengalir deras, tidak membuat hati Daddy nya itu iba, apalagi berhenti dan melepaskannya.

Saint merasa putus asa. la seolah sudah pasrah dengan hidupnya.

Step Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang