SF 12

3K 144 3
                                    





Sebulan telah berlalu.

Saint begitu terpukul semenjak hari itu. la tidak menyangka, jika sahabat baiknya, satu-satunya sahabat yang ia punya, tega menjadikannya alat
balas dendam untuk kepentingan sendiri. Padahal mereka sudah lama mengenal. Harus dihancurkan hanya karena dendam.

Hidup Saint sekarang bagaikan patung hidup. Tidak ada lagi keceriaan. Tidak ada lagi Saint yang banyak bicara. la merasa sendiri. Sendiri karena ia dikhianati.

Mungkinkah ini sedikit balasan dari Tuhan atas dosanya. Jika ia selama ini juga telah mengkhianati mommy sendiri.

Hingga kini pun ia tetap jadi pemuas nafsu Daddy nya. Seperti boneka seks, dipakai kapanpun dan di mana pun oleh tuannya.

Saint pasrah, ia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Otaknya buntu, tersumbat oleh luka di hati.

"Argghh."

Perth menggeram di perpotongan bahu dan leher Saint. Sudah kesekian kalinya ia mencapai klimaks malam ini. Tapi tak pernah puas, melihat tubuh molek tergolek pasrah di bawah kungkungannya membangkitkan gairahnya di level tertinggi. Bertemu Saint, meningkatkan tingkat nafsunya. la akui itu.

Saat ini mereka berdua bebas, Rose tidak pernah pulang ke rumah. Dia disibukkan oleh pagelaran busananya. Banyak rancangan yang dia buat hingga selama dua minggu ini Rose tidak pernah pulang ke rumah. Tentu saja hal tersebut, ada campur tangan Perth dibaliknya. la tersangka utama kesibukan Rose.

"Aku lelah," lirih Saint merasa tubuhnya remuk dan holenya yang dipenuhi dengan cairan milik Perth.

"Aku belum puas." Perth menatap intens sepasang bola mata dihadapannya.

Binar mata yang redup, tidak hidup dan kosong. Itu yang Perth lihat dari mata Saint. la sadar siapa pelaku yang membuat Saint seperti itu. Melepaskan semua yang telah terjadi, tidak bisa ia lakukan. Dirinya sudah ketergantungan.

"Apa?" Perth terdiam menunggu Saint melanjutkan
ucapannya.

"Apa alasanmu melakukan semua ini padaku? Aku ini anak tirimu bukan istrimu, kau memperlakukan aku seolah aku istrimu yang terus-terusan melayanimu. Kau anggap aku apa sebenarnya?" Bulir air mata keluar dari ujung mata Saint.

"Aku lelah, selalu saja dihantui rasa bersalah. Dia mommyku! Mommy kandungkuu. Kumohon."
Saint memegang sebelah pipi Perth, mengelus pipi itu pelan.

"Lepaskan aku. Hiduplah bahagia bersama
keluargamu. Keluarga yang sedari awal sudah kau bangun."

Mata Perth menajam, ia menepis tangan Saint di pipinya.

"Omong kosong," desis Perth.

"Apa yang aku katakan bukan sekedar omong kosong. Ini dunia nyata dan kenyataannya aku anakmu, kau Daddy ku. Orang yang seharusnya melindungi ku dan menjagaku seolah anak sendiri. Tidak dengan cara seperti ini. Sama saja kau menghancurkan aku dan juga seluruh masa depanku," tegas Saint.

"Kau menentang ku." geram Perth.

"Dengar, aku tidak perduli apapun yang kau katakan. Kenyataan dunia bagiku, hanya ada kau dan aku," lanjut Perth, seringai kejam terbit diwajahnya.

"Tidak! Sadarkan dirimu. Sadarkan dirimu..." Saint
menangkup wajah Perth, memberi tatapan lembut penuh kasih sayang.

"...aku anakmu dan kau Daddy ku. Aku mohon."
Tatapan lembut itu menggetarkan hati Perth, namun
ia tepis semua itu, ia tidak akan mudah diakali.

"Lepaskan aku dari derita ini sebelum kita sama-sama hancur. Yang kita lakukan tidaklah benar. Opini masyarakat akan buruk jika semua ini terbongkar. Cepat atau lambat pasti terbongkar. Jadi, sudahi semua." Kini tidak hanya tatapan lembut ada sedikit luka di sana. Perth menutup kedua matanya, nafasnya menderu.

Step Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang