SF 6

5.1K 185 5
                                    

..
..
..

"Masuk." Suara berat yang memerintah terdengar di  telinga Saint. Membuatnya sedikit bergidik. Takut.

Saint menurut tanpa membantah. la masuk ke dalam mobil Perth dan duduk di kursi penumpang depan.

Jangan harap ada cuti setelah menikah. Perth seorang pemimpin perusahaan. la bisa melakukan apapun.

Lagipula buat apa, ada cuti menikah jika pernikahannya bagi Perth hanyalah sebuah status untuk melengkapi kesempurnaannya dimata masyarakat.

Sebagai seorang istri, Rose merasa disakiti, terlalu
disakiti. Tingkah Perth melukai hatinya. Seperti
kebanyakan pasangan usai menikah, pergi honeymoon. Berdua disebuah pulau, melakukan hal romantis bersama.

Sayangnya, sang suami lebih memilih menghabiskan waktu bersama tumpukan dokumen daripada dirinya.

Mobil melaju dengan kecepatan normal. Saint
menikmati pemandangan luar dari jendela sampingnya sementara Perth menyetir, sesekali melirik kearah Saint.

Mereka dalam perjalanan menuju kampus Saint. Bisa saja Saint pergi ke kampus sendiri. Tapi Perth tidak mengijinkannya.

Perth dengan perintah mutlaknya memberi dua
pilihan untuk Saint, yang jelas keduanya sama sekali tidak menguntungkan. Pulang pergi kuliah bersamanya atau tidak kuliah sama sekali.

Saint merasa hidupnya di kekang. Dan hal itu Rose sempat mem-protes, namun mulut licik Perth beralasan.

"Dia seperti anakku juga. Aku anak tunggal. Biarkan aku merasakan peran seorang Ayah."

Rose pun mengalah. Mengiyakan keinginan Perth dengan syarat Perth tidak boleh terlalu memanjakan anaknya itu.

Perth menepikan mobilnya di depan gerbang universitas. Selama perjalanan, keduanya saling diam.

Hati Saint teramat kesal.

Namun, rasa senang melingkupi hati Perth karena berhasil mengerjai Saint walau harus merelakan miliknya tersiksa juga.

Ya, di perjalanan tadi dia sempat berhenti untuk
mencoba sesuatu yang baru. Bukan untuk dirinya, tapi untuk pria manis di sebelahnya ini. Dirinya tidak ingin merasa candu sendirian. Itu tidak adil namanya, apalagi kepasrahan yang selalu Saint berikan saat waktu-waktu itu. Belum saatnya terpuaskan, pikirnya. la akan menunggu, Saint memohon padanya minta dipuaskan. Dan itu tidak akan lama lagi.

"Kenapa?" tanya Perth, dari ujung matanya ia melihat Saint duduk dengan gelisah,

"Pintu." ujar Saint singkat.

"Hm."

Saint menatap dalam diam Perth. Enteng sekali pria itu menjawab dirinya, seolah tidak bersalah atas kelakuan brengseknya dan sekarang mengunci pintu mobil secara otomatis tanpa berniat membukanya.

"Buka, aku mau masuk."

"Ti-dak," jawab Perth dengan penekanan di setiap
kata, dia menyeringai melihat muka kesal Saint makin bertambah.

"Kecuali jika kau mau mengakui, betapa nikmatnya sentuhanku."

"Tidak dan janggan bermimpi.!" Ujar Saint dengan rasa kesal yang meluap.

Perth hanya mengangkat bahunya,

"Terserah, aku tidak rugi. Bahkan beruntung."
Dahi Saint mengernyit mendengar ucapan Perth.

"Kau menyuruhku tidur bukan selepas kegiatan panas kita.? Bagaimana jika aku tidur setelah meniduri mu saat ini juga disini, idea yang bagus bukan?"

Mata Saint membola, dia terkejut sekaligus berdesir.

"Kau... bercanda."

"Tidak."

Bercinta dalam mobil di depan kampus, besar kemungkinan mobil bergoyang dan menarik perhatian seluruh penghuni kampus termasuk para dosen.

Tidak.

Saint tidak menginginkannya. Saint mengigit bibirnya, bimbang.

"Baiklah," putusnya.

'"Baiklah? Kau setuju bercinta denganku di sini."

"Tentu saja tidak!" jawab Saint cepat.

"Lalu?"

Saint  menarik nafas kemudian menghembuskannya.

"A-aku.. emm--"

"Apa?"

"A-aku.." Wajah Saint memerah, semerah kepiting
rebus. Malu.

"Minum?" tawar Perth, ia tahu kegugupan Saint dan ia menyukainya. Kata benci kemarin seolah angin lalu. la menyukai kondisi seperti ini.

Tanpa pikir panjang, Saint meminum botol air pemberian Perth hingga mencapai setengah botol untuk menghilangkan kegugupan yang dialaminya.

"Aku menikmati sentuhan mu," jawab Saint cepat,
meletakkan botol minum itu sembarangan kemudian secepat kilat ia keluar dari mobil. Tentu saja setelah Perth membukanya.

Saint berjalan lurus ke kampusnya. Tidak sekalipun
menoleh atau menatap Perth. Takut untuk sekedar
melihat wajah mencemooh pria itu padanya. Sebelum telinganya menangkap teriakan Perth.

"Jika kau membutuhkanku, Datanglah ke kantorku!"

Saint sejenak menoleh dan terpaku melihat pria itu tersenyum padanya untuk pertama kalinya dibalik jendela pintu mobil yang terbuka setengah.

Ditengah keterpakuannya, Saint merasa seseorang
menepuk bahunya. Menyadarkan dirinya atas keterpakuan sesaatnya. Melihat sosok yang menyadarkannya, Saint terkejut kemudian tersenyum manis. Tampak binar kebahagian diwajahnya lalu keduanya berpelukan erat. Seakan saling melepas rindu.

Dan semua itu tak luput dari penglihatan Perth. Rahang Perth mengeras serta buku-bukunya memutih karena terlalu erat mencengkram setir mobil.

"Sialan!"


TBC

Step Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang