24. Tulip or rose?

872 174 15
                                    

"Lo juga bisa masak cupcake?!" Seru Braga saat Biru sibuk mengaduk adonan.

Yang awalnya tadi Braga sempat ragu membiarkan Biru bereksprimen di dapur rumahnya, takut dibuat kebakaran.

Tetapi Braga benar-benar terkejut, dari mulai saat Biru mentakar bahan-bahan hingga hampir selesai Braga tak kehabisan kata hanya untuk memuji Biru.

Biru hanya tertawa renyah, hebat dari mananya sih? pikirnya. Semua perempuan pasti bisa. Bukan kah memasak itu sudah menjadi tabiat wanita?

Biru terkekeh, kemudian ia melirik Braga yang tengah duduk di meja makan, mata lelaki itu sibuk memperhatikan Biru.

"Ya, ya bisa? kenapa sih? kok kayak hal yang aneh?" Matanya masih fokus dengan adonan kue. Biru terlihat tidak terlalu perduli dengan pertanyaan Braga.

"Perempuan itu harus serba bisa, Braga." Ucap Biru sambil mengambil cetakan adonan. Kemudian di masukannya ke dalam oven.

Braga mendekat ke arah Biru, dilihat adonan yang sudah masuk dalam oven.

"Bisa mecahin soal-soal fisika, bisa masak kue, bisa bikin sayang juga?"

Biru menggeleng kecil kemudian mendorong pundak Braga agar lelaki itu duduk kembali.

"Ga, kamu ngambil kuliah disini aja?"

Braga mengangguk, "Iya, terlalu berat gue ninggalin bandung. Yah kalo pun gak di bandung, palingan masih deket-deket sini." Ia terkekeh, banyak kenangan yang ia simpan di kota ini. termasuk Braga bertemu dengan perempuan di sampingnya ini.

"Eh lo jadi ke US-"

Biru yang tengah mencuci bekas membuat kue tadi, mendengar pembicaraan Braga mengarah kemana, ia langsung menghentikan aktifitasnya sebentar.

"Ga, tolong liat oven nya dong, Berapa menit lagi." Biru yang memotong ucapan Braga.

Braga mendengus, dengan sigap ia mengecek opennya itu. Braga baru ingat, Biru yang akan meneruskan pendidikan di luar negeri, tetapi Biru belum memberitahunya.

Braga tak memaksa Biru untuk jujur padanya, sebab Braga tau, Biru pasti akan memberitahunya.

"Biru?"

"hemmm?"

"I give you question but, jawab cepet ya?"

Biru mematikan keran lalu berbalik badan, "Tiba-tiba banget?"

"Tulip or rose?"

"Tulip."

"Kenapa kam-"

Ting!

Bersamaa dengan suara dari oven pertanda cupcake sudah matang. Braga dengan cepat mengambil sapu tangan untuk mengambil cupcakenya itu.

Braga berlarian kecil ke arah meja tersenyum memamerkan deretan gigi seperti anak kecil, dengan membawa cupcake.

"Hati-hati panas," Braga yang merlihat Biru mengambil satu cupcake tanpa pelindung tangan.

Mereka berdua menghiasi empat buah cupcake, cupcake yang berpadu dengan whipped cream dan ditaburi dengan sprinkle warna di atasnya dengan candaan di dapur membuat tawa kedua insan menyeruak.

"Tuhan, yang ini jangan diganti ya. Ini lebih dari cukup." Kalimat yang selalu Biru panjatkan ketika bersama Braga.

••••••••••

"Biru belum pulang, tante?" Naren yang masuk ke dalam rumah Biru melihat Renjani yang sedang di dapur.

Renjani pun menoleh ke arah Naren, "Belum, tadi dia izin pulang telat. kerumah Braga katanya." Jawab Renjani yang berjalan ke arah meja makan.

PANGLIMA || Haechan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang