10. Ambisi

1.1K 238 90
                                    

"Tadi sama siapa?" Tanya Naren yang tiba-tiba datang membuat Biru sedikit terlonjat kaget.

"Braga" Jawab Biru yang memasuki rumahnya dan Naren mengekor di belakangnya.

Netra Naren melihat tangan biru yang memegang cupang, "Lo beli cupang ngapain?" Tanya Naren sembari tertawa.

Biru mengangkat botol tersebut,"Di kasih sama Braga" Naren memandang Biru sebelum gelak tawa yang harus ia tahan pakai tangan didepan mulutnya.

"Lo— hahaha mau aja dikasih cupang" Cibir Naren yang berjalan di dibelakang Biru yang masih asik tertawa.

"Katanya sih buat nyeningan anak kecil yang jual cupang ini"Jawab Biru yang di balas oleh gelengan kepala Naren.

Setelah puas tertawa Naren menghadang Biru yang akan masuk ke kamarnya. membuat Biru jengah.

"Gue teleponin lo gak diangkat, tadi hujan lo gapapa kan?" Tanya Naren yang menatap Biru dengan tatapan serius. Naren saat tadi hujan benar-benar khawatir. menghubungi Biru berkali-kali namun perempuan itu tidak mengangkat telepon darinya.

"Gapapa na, udah sana pulang" Usir Biru yang akan memasuki kamarnya.

"Orang tua lo udah balik" Ujar Naren yang membuat Biru membeku di tempat.

Biru memang merindukan mereka namun ia pun takut. kedua orang tuanya satu minggu lalu pergi ke luar kota urusan pekerjaan.

Biru tersenyum simpul, "syukurlah, sana gih pulang" Usir Biru yang kedua tanganya mendorong pelan bahu Naren. yang di perlakukan hanya tertawa renyah.

Naren membalikan badannya sehingga ia berhadapan dengan Biru "Kalo ada apa-apa bilang ke gue, termasuk bokap lo"Ujarnya sembari mengusak rambut Biru lalu ia berjalan pergi.

"Naren kebiasaan!" omel Biru yang sembari merapihkan rambutnya. terdengar suara tawa dari Naren.

Biru memasuki kamarnya bercat putih gading itu. Ia pindahkan cupang tersebut ke vas kaca bening di meja belajarnya, lalu dipandangnya "Ada-ada aja"  Tuturnya tertawa kecil yang mengingat kejadian tadi.

Pandangannya tertuju ke sebuah buku yang cukup tebal berwarna hitam disampulnya tertulis 'Ilmu Hukum'.

Biru tau yang meletakan buku tersebut papahnya. "Biru gak mau jadi jaksa pah"Gumaman Biru yang tersenyum kecut melihat beberapa buku itu.

Kedua orang tuanya memang berkeja di dunia hukum, Hendra yang berprofesi sebagai hakim dan Renjani bekerja di konsultan hukum.

Pintu kamarnya terbuka membuat Biru menoleh ke arah pintu. "Non Biru, dipanggil oleh pak hendra"

"Papah di ruang kerjanya?"

"Iya non"

Setelah itu Biru berjalan keluar kamarnya untuk menghampiri papahnya tersebut.

"Nilai bulan ini kamu enggak ada ke naikan lagi?" Ucap Hendra—kepala keluarga. yang memangku kedua tangannya di dada.

"Mamah kurang tegas ngedidik kamu? apa kamu sekolah cuma main-main aja?" Timpal Renjani—Ibu dari anak tunggal itu.

Begitulah mereka, menjadi sosok orang tua yang sangat keras kepada Biru. menekan Biru untuk mendapatkan nilai yang sempurna dan tuntutan yang tidak ada habis-habisnya.

"Maaf pah, mah"

"Papah cuma mau kamu peringkat satu paralel tahun ini. susah?" Tegas Hendra yang melempar tiga lembar kertas yang berisi rekapan nilai Biru ke mejanya.

Itulah Mereka, memacu Biru untuk terus berlari kencang ke depan mengejar peringkat satu paralel.

"Papah, beri Biru kesempatan ya?" Ucap Biru sangat lembut. hanya itu yang ia bisa ucapakan saat kedua orang tuanya tidak puas dengan hasilnya.

PANGLIMA || Haechan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang