Braga ialah tempat pulang ketika teman-temannya lupa tujuan. tetapi tidak untuk dirinya sendiri.
Lelaki itu dituntut beranjak dewasa sendirian oleh keadaan,tanpa merasakan tempat yang aman dan tentram dalam dekapan sang bunda, tanpa ada dukungan dari sang ayah ketika ia sedang butuh.
Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan tepat di hari ulang tahunnya, saat itulah Braga tidak pernah lagi merayakan ulang tahunnya. Sebab menurutnya sama saja ia sedang merayakan kehilangan mereka.
Setelah kepergiaan itu, Braga hidup bersama sang kakak yang bernama Teo abimanyu. saat itu di usia mudanya yang masih berstatus pelajar di tuntut menjadi tulang pugung keluarga, Teo yang harus mengurus perusahaannya sang ayah yang sampai saat ini masih berjalan.
Tidak sampai dari situ Braga di hantam oleh kehilangan kembali. Saat itu, satu tahun lalu ia mendengar kabar dari teman kakaknya, Teo kelahi dengan anak SMA Darma, penyebab kematian sang kakak yang sampai saat ini Braga tidak bisa meraba makna apa itu ikhlas yang sebenarnya.
mungkin mereka semua hanya tahu, Braga luka karena sibuk ribut dengan anak SMA sebelah. Namun lepas dari itu, luka itu tidak selalu saling adu tinju, Ada luka yang tidak diketahui oleh siapapun, dan luka itu yang Braga rasakan.
Tetapi Braga juga lupa sedemikian banyak orang yang menyayanginya. Pribadinya yang hangat menjadi tameng untuk semua orang di sekitarnya dan mudah bergaul, membuatnya jadi pusat dari semesta yang ia jalani, atau bahkan, ialah semesta itu sendiri.
Semesta berisi orang-orang yang mencintainya.
Suara pintu UKS berdecit dengan lantai, Braga yang sedari tadi merebahkan tubuhnya diatas ranjang kasur membuatnya terjaga akibat suara pintu UKS terbuka.
Braga menoleh ke arah pintu, "Ngapain?" Tanya Braga datar.
Biru tak menjawab, melainkan ia menghampiri Braga. atensinya teralihkan pada tangan Braga yang lebam. Kelihatannya tinjuan Braga tadi cukup keras saat di kantin tadi membuat tangannya seperti ini.
"Tangan kamu" Ucap Biru panik kemudian ia mengambil kotak P3k lalu kembali duduk di samping Braga.
"Duduk" Pinta Biru yang dengan ajaibnya mampu membuat Braga patuh. Saat itu juga Braga duduk lalu memajukan badannya.
Biru menghembuskan nafasnya pelan, "Yang di obatin tangan, bukan muka" Ucapnya kemudian Braga kembali memundurkan badannya lalu Biru mengobati luka di tangan Braga.
Braga menatap wajah Biru yang sedang fokus mengobatinya, "Udah gue bilang kalo ada itu cowok tinju aja" Braga yang membuka suaranya. membuat Biru melirik Braga.
"Iya"sahut Biru yang sibuk meneteskan obat merah pada tangan Braga.
"Makasih ya? kalo gak ada kamu mungkin aku cuma diem panik ketakutan" Lanjutnya. Braga hanya menjawab dengan deheman.
Suasana canggung tercipta di antara mereka. tidak seperti biasanya Braga canggung seperti ini, ia yang biasanya selalu banyak bicara atau pun melontarkan candaan.
Begitu juga dengan Biru tak kalah canggung.
Deheman Dari perempuan di hadapannya membuat Braga melirik Biru. "Tadi kata pak soleh apa?"Tanya Biru yang berusaha mencairkan suasana kembali.
"Di skors satu minggu. enak kan?" Braga tertawa sedikit meringis sakit akibat luka lebam di tangannya.
Biru yang sedang membereskan kotak P3k tertawa kecil. Aneh lelaki di hadapannya ini terlalu santai dalam segala hal, di skors pun masih bisa tertawa. "Aga aneh, di skors malah seneng" Gelengan pelan dari Biru.
"Tadi lo manggil gue apa?"
Biru menoleh "Aga, Kenapa? gak suka ya? sorry hehe"
Braga menggeleng pelan membuat Braga menatap Biru lekat kedalam manik matanya."Orang tua gue sama abang manggil gue Aga"
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Teen Fiction❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞